Antara tahun 1568 – 1586 di
pulau Jawa bagian tengah, berdiri Kerajaan Pajang yang diperintah oleh Sultan
Hadiwijaya, di mana semasa mudanya beliau terkenal dengan nama Jaka Tingkir.
Dalam pertikaian dengan Adipati dari Jipang yang bernama Arya Penangsang,
beliau berhasil mucul sebagai pemenang atas bantuan dari beberapa orang
panglima
perangnya, antara lain Ki Ageng Pemanahan dan putera kandungnya yang bernama Bagus Sutawijaya, seorang Hangabehi yang bertempat tinggal di sebelah utara pasar dan oleh karenanya beliau mendapat sebutan : Ngabehi Loring Pasr. Sebagai balas jasa kepada Ki Ageng Pemanahan dan puteranya itu, Sultan Pajang kemudian memberikan anugerah sebidang daerah yang disebut Bumi Menataok, yang masih berupa hutan belantara, dan kemudian dibangun mejadi sebuah “tanah perdikan”. Sesurut Kerajaan Pajang, Bagus Sutawijaya yang juga menjadi putra angkat Sultan Pajang, kemudian mendirikan Kerajaan Mataram di atas Bumi Mentaok dan mengakat diri sebagai Raja dengan gelar Panembahan Senopati.
perangnya, antara lain Ki Ageng Pemanahan dan putera kandungnya yang bernama Bagus Sutawijaya, seorang Hangabehi yang bertempat tinggal di sebelah utara pasar dan oleh karenanya beliau mendapat sebutan : Ngabehi Loring Pasr. Sebagai balas jasa kepada Ki Ageng Pemanahan dan puteranya itu, Sultan Pajang kemudian memberikan anugerah sebidang daerah yang disebut Bumi Menataok, yang masih berupa hutan belantara, dan kemudian dibangun mejadi sebuah “tanah perdikan”. Sesurut Kerajaan Pajang, Bagus Sutawijaya yang juga menjadi putra angkat Sultan Pajang, kemudian mendirikan Kerajaan Mataram di atas Bumi Mentaok dan mengakat diri sebagai Raja dengan gelar Panembahan Senopati.
Salah seoran putera beliau
dari pekawinannya dengan Retno Dumilah, putri Adipati Madiun, memerintah
Kerajaan Mataram sebagai Raja ketiga, dan bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo,
Beliau adalah seorang patriot sejati dan terkenal dengan perjuangan beliau
merebut kota Batavia, yang dekarang disebut Jakarta, dari kekuasaan VOC, suatu
organisasi dagang Belanda. Waktu terus berjalan dan peristiwa silih berganti.
Pada permulaan abad ke-18,
Kerajaan Mataram diperintah oleh Sri Sunan Paku Buwono ke II. Setelah beliau
mangkat, terjadilah pertikaian keluarga, antara salah seorang putra beliau
dengan salah seorang adik beliau, yang merupakan pula hasil hasutan dari
penjajah Belanda yang berkuasa saat itu. Petikaian itu dapat diselesaikan
dengan baik melalui Perjanjian Ginyanti, yang terjadi pada tahun 1755, yang isi
pokoknya adalah Palihan Nagari, yang artinya pembagian Kerajaan menjadi dua,
yakni Kerajaan Surakata Hadiningrat dibawah pemerintah putera Sunan Paku Buwono
ke-III, dan Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dibawah pemerintahan adik
kandung Sri Sunan Paku Buwono ke-II yang kemudian bergelar Sultan Hamengku
Buwono I. Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat ini kemudian lazim disebut sebagai
Yogyakarta dan sering disingkat menjadi Jogja.
B. Proses Masuk dan Berkembangnya
Islam di Kerajaan Yogyakarta
Pada abad ke-8 Yogyakarta dan
sekitarnya merupakan pusat kerajaan Mataram dengan sebutan Rajya Medang I Bhumi Mataram atau
kerajaan Medang dengan Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya sebagai raja pertamanya.
Kerajaan ini sempat pindah ke Jawa Timur pada abad 10 sebelum akhirnya
runtuhnya pada awal abad 11. Agama yang dianut oleh kerajaan ini adalah Hindu.
Oleh karenanya, untuk membedakan antara kerajaan Mataram abad 8 dan Mataram
abad 16, maka ahli sejarah sering menyebutnya dengan kerajaan Mataram Hindu
(Mataram Kuno) dan kerajaan Mataram Islam.
Berdasarkan perjanjian Giyanti pada 13
Februari 1755 yang ditandatangani oleh Sunan Paku Buwana III serta Nicolaas
Hartingh di satu pihak dengan Pangeran Mangkubumi di pihak lain, Kerajaan
Mataram dibagi dua. Yaitu Kasunanan Surakarta yang di pimpin oleh Sunan Paku
Buwono III sebagai rajanya dan Kesultanan Ngayoyakarta dimana Pangeran Mangkubumi
yang bergelar Sultan Hamengkubuwana I sebagai rajanya. Jika diamati dari sumber
sejarah yang ada, akan terlihat bahwa perpecahan yang terjadi sesungguhnya
merupakan strategi Belanda (VOC) untuk memecah belah kesultanan Islam saat itu,
yaitu dengan mengangkat Pakubuwana I atau Pangeran Puger ((1704-1719) menjadi
raja karena ketidaksukaannya pada raja Amangkurat III (1703-1708) yang saat itu
berkuasa yang menentang VOC. Akibatnya Mataram memiliki dua raja yang akhirnya
memicu perpecahan internal dan muncullah perjanjian Giyanti, yang sekaligus
menandai runtuhnya era Kesultanan Mataram Islam sebagai kesatuan politik dan
wilayah.
Jogja seperti juga daerah
lainnya di tanah Jawa, sebelum masuknya Islam dikenal sebagai wilayah yang
penduduknya beragama Hindu dan Budha. Perbedaan status dalam kasta-kasta
mewarnai kehidupan masyarakat kala itu, yang terbagi dalam kasta Brahma,
Ksatria, Waisya dan Syudra. Ritual keagamaan, paham, mistisisme legenda
menyertai interaksi diantara mereka.
Masuknya Islam sebagai sebuah
ajaran baru perlahan mempengaruhi kebudayaan dan kebiasaan di masyarakat Jawa,
khususnya Jogja. Wali Songo, utamanya Sunan Kalijaga (Raden Said) merupakan
tokoh sentral dalam pembentukan masyarakat Islam di Jogja. Keberadaan Wali
Songo dalam khasanah perkembangan Islam di Indonesia ternyata menjadi catatan
penting yang menunjukkan adanya hubungan antara negeri Nusantara dengan
kekhilafahan Islamiyah, yang kala itu di pimpin oleh Sultan Muhammad I
(808H/1404M), juga dikenal sebagai Sultan Muhammad Jalabi atau Celebi dari
Kesultanan Utsmani. Wali Songo memberikan pengaruh yang sangat besar kepada
kesultanan-kesultanan yang muncul di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah
kesultanan Mataram di Yogyakarta.
Mengutip catatan Adaby
Darban, dalam “Sejarah Kauman. Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah”. Pada
masa kekuasaan Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwana I), dibangunlah keraton
Yogyakarta pada 9 Oktober 1775 M. Keraton menjadi simbol eksistensi kekuasaan
Islam, meski berada dalam penguasaan Belanda. Sebagaimana kerajaan Islam di
Jawa sebelumnya, seperti Demak, Jipang, Pajang, di setiap keraton memiliki
masjid dan alun-alun. Masjid inilah yang nantinya memegang peranan penting
dalam membangun kebudayaan Islam termasuk dipergunakan oleh sultan untuk
berhubungan dengan para bawahannya dan masyarakat umum.
Pendirian masjid yang
kemudian diberi nama Masjid Agung ini dilengkapi dengan bangunan yang memiliki
kefungsian khusus. Serambi masjid yang diberi nama “Al-Mahkamah Al-Kabirah”,
yang berarti mahkamah agung berfungsi sebagai tempat pengadilan, pertemuan para
ulama, pengajian, peringatan hari besar Islam dan pelaksanaan ijab kabul,
disamping tempat untuk menyelesaikan berbagai persengketaan yang terjadi di
kehidupan masyarakat.
C. Silsilah
Raja-Raja di Kerajaan Yogyakarta
1.
Sultan Hamengku Buwono I
Sultan Hamengku Buwono I (6 Agustus 1717 – 24 Maret 1792) terlahir dengan nama Raden Mas Sujana yang merupakan adik Susuhunan Mataram II Surakarta. Sultan Hamengkubuwana I dalam sejarah terkenal sebagai Pangeran Mangkubumi pada waktu sebelum naik tahta kerajaan Ngayogyakarta, beliau adalah putra Sunan Prabu dan saudara muda Susuhunan Pakubuwana II. Karena berselisih dengan Pakubuwana II, masalah suksesi, ia mulai menentang Pakubuwana II (1747) yang mendapat dukungan Vereenigde Oost Indische Compagnie atau lebih terkenal sebagai Kompeni Belanda (perang Perebutan Mahkota III di Mataram).
Sultan Hamengku Buwono I (6 Agustus 1717 – 24 Maret 1792) terlahir dengan nama Raden Mas Sujana yang merupakan adik Susuhunan Mataram II Surakarta. Sultan Hamengkubuwana I dalam sejarah terkenal sebagai Pangeran Mangkubumi pada waktu sebelum naik tahta kerajaan Ngayogyakarta, beliau adalah putra Sunan Prabu dan saudara muda Susuhunan Pakubuwana II. Karena berselisih dengan Pakubuwana II, masalah suksesi, ia mulai menentang Pakubuwana II (1747) yang mendapat dukungan Vereenigde Oost Indische Compagnie atau lebih terkenal sebagai Kompeni Belanda (perang Perebutan Mahkota III di Mataram).
2. Sultan Hamengku Buwono II
Hamengkubuwono II (7 Maret 1750 – 2 Januari 1828) atau terkenal pula dengan nama lainnya Sultan Sepuh. Dikenal sebagai penentang kekuasaan Belanda, antara lain menentang gubernur jendral Daendels dan Raffles, sultan menentang aturan protokoler baru ciptaan Daendels mengenai alat kebesaran Residen Belanda, pada saat menghadap sultan misalnya hanya menggunakan payung dan tak perlu membuka topi, perselisihan antara Hamengkubuwana II dengan susuhunan surakarta tentang batas daerah kekuasaan juga mengakibatkan Daendels memaksa Hamengkubuwono II turun takhta pada tahun 1810 dan untuk selanjutnya bertahta secara terputus-putus hingga tahun 1828 yaitu akhir 1811 ketika Inggris menginjakkan kaki di jawa (Indonesia) sampai pertengahan 1812 ketika tentara Inggris menyerbu keraton Yogyakarta dan 1826 untuk meredam perlawanan Diponegoro sampai 1828. Hamengkubuwono III, Hamengkubuwono IV dan Hamengkubuwono V sempat bertahta saat masa hidupnyaSri Sultan Hamengku Buwono II.
Hamengkubuwono II (7 Maret 1750 – 2 Januari 1828) atau terkenal pula dengan nama lainnya Sultan Sepuh. Dikenal sebagai penentang kekuasaan Belanda, antara lain menentang gubernur jendral Daendels dan Raffles, sultan menentang aturan protokoler baru ciptaan Daendels mengenai alat kebesaran Residen Belanda, pada saat menghadap sultan misalnya hanya menggunakan payung dan tak perlu membuka topi, perselisihan antara Hamengkubuwana II dengan susuhunan surakarta tentang batas daerah kekuasaan juga mengakibatkan Daendels memaksa Hamengkubuwono II turun takhta pada tahun 1810 dan untuk selanjutnya bertahta secara terputus-putus hingga tahun 1828 yaitu akhir 1811 ketika Inggris menginjakkan kaki di jawa (Indonesia) sampai pertengahan 1812 ketika tentara Inggris menyerbu keraton Yogyakarta dan 1826 untuk meredam perlawanan Diponegoro sampai 1828. Hamengkubuwono III, Hamengkubuwono IV dan Hamengkubuwono V sempat bertahta saat masa hidupnyaSri Sultan Hamengku Buwono II.
3. Sultan Hamengku Buwono III
Hamengkubuwana III (1769 – 3 November 1814) adalah putra dari Hamengkubuwana II (Sultan Sepuh). Hamengkubuwana III memegang kekuasaan pada tahun 1810. Setahun kemudian ketika Pemerintah Belanda digantikan Pemerintah Inggris di bawah pimpinan Letnan Gubernur Raffles, Sultan Hamengkubuwana III turun tahta dan kerajaan dipimpin oleh Sultan Sepuh (Hamengkubuwana II) kembali selama satu tahun (1812).
Hamengkubuwana III (1769 – 3 November 1814) adalah putra dari Hamengkubuwana II (Sultan Sepuh). Hamengkubuwana III memegang kekuasaan pada tahun 1810. Setahun kemudian ketika Pemerintah Belanda digantikan Pemerintah Inggris di bawah pimpinan Letnan Gubernur Raffles, Sultan Hamengkubuwana III turun tahta dan kerajaan dipimpin oleh Sultan Sepuh (Hamengkubuwana II) kembali selama satu tahun (1812).
4.
Sultan Hamengku Buwono IV
Hamengkubuwono IV (3 April 1804 – 6 Desember 1822) sewaktu kecil bernama BRM Ibnu Jarot, diangkat sebagai raja pada usia 10 tahun, karenanya dalam memerintah didampingi wali yaitu Paku Alam I hingga tahun 1820. Pada masa pemerintahannya diberlakukan sistem sewa tanah untuk swasta tetapi justru merugikan rakyat. Pada tahun 1822 beliau wafat pada saat bertamasya sehingga diberi gelar Sultan Seda Ing Pesiyar (Sultan yang meninggal pada saat berpesiar).
Hamengkubuwono IV (3 April 1804 – 6 Desember 1822) sewaktu kecil bernama BRM Ibnu Jarot, diangkat sebagai raja pada usia 10 tahun, karenanya dalam memerintah didampingi wali yaitu Paku Alam I hingga tahun 1820. Pada masa pemerintahannya diberlakukan sistem sewa tanah untuk swasta tetapi justru merugikan rakyat. Pada tahun 1822 beliau wafat pada saat bertamasya sehingga diberi gelar Sultan Seda Ing Pesiyar (Sultan yang meninggal pada saat berpesiar).
5. Sultan Hamengku Buwono V
Hamengkubuwono V (25 Januari 1820 – 1826 dan 1828 – 4 Juni 1855) bernama kecil Raden Mas Menol dan dinobatkan sebagai raja di kesultanan Yogyakarta dalam usia 3 tahun. Dalam memerintah beliau dibantu dewan perwalian yang antara lain beranggotakan Pangeran Diponegoro sampai tahun 1836. Dalam masa pemerintahannya sempat terjadi peristiwa penting yaitu Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang berlangsung 1825 – 1830.
Hamengkubuwono V (25 Januari 1820 – 1826 dan 1828 – 4 Juni 1855) bernama kecil Raden Mas Menol dan dinobatkan sebagai raja di kesultanan Yogyakarta dalam usia 3 tahun. Dalam memerintah beliau dibantu dewan perwalian yang antara lain beranggotakan Pangeran Diponegoro sampai tahun 1836. Dalam masa pemerintahannya sempat terjadi peristiwa penting yaitu Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang berlangsung 1825 – 1830.
6.
Sultan Hamengku Buwono VI
Sultan Hamengku Buwono VI (19 Agustus 1821 – 20 Juli 1877) adalah adik dari Hamengkubuwono V. Hamengkubuwono VI semula bernama Pangeran Adipati Mangkubumi. Kedekatannya dengan Belanda membuatnya mendapat pangkat Letnan Kolonel pada tahun 1839 dan Kolonel pada tahun 1847 dari Belanda.
Sultan Hamengku Buwono VI (19 Agustus 1821 – 20 Juli 1877) adalah adik dari Hamengkubuwono V. Hamengkubuwono VI semula bernama Pangeran Adipati Mangkubumi. Kedekatannya dengan Belanda membuatnya mendapat pangkat Letnan Kolonel pada tahun 1839 dan Kolonel pada tahun 1847 dari Belanda.
7.
Sultan Hamengku Buwono VII
Nama aslinya adalah Raden Mas Murtejo, putra Hamengkubuwono VI yang lahir pada tanggal 4 Februari 1839. Ia naik takhta menggantikan ayahnya sejak tahun 1877.
Nama aslinya adalah Raden Mas Murtejo, putra Hamengkubuwono VI yang lahir pada tanggal 4 Februari 1839. Ia naik takhta menggantikan ayahnya sejak tahun 1877.
Pada
masa pemerintahan Hamengkubuwono VII, banyak didirikan pabrik gula di Yogyakarta,
yang seluruhnya berjumlah 17 buah. Setiap pendirian pabrik memberikan peluang
kepadanya untuk menerima dana sebesar Rp 200.000,00. Hal ini mengakibatkan
Sultan sangat kaya sehingga sering dijuluki Sultan Sugih.
8.
Sultan Hamengku Buwono VIII
Sri Sultan Hamengkubuwono VIII (Kraton Yogyakarta Adiningrat, 3 Maret 1880 – Kraton Yogyakarta Adiningrat, 22 Oktober 1939) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kesultanan Yogyakarta. Dinobatkan menjadi Sultan Yogyakarta pada tanngal 8 Februari 1921.
Sri Sultan Hamengkubuwono VIII (Kraton Yogyakarta Adiningrat, 3 Maret 1880 – Kraton Yogyakarta Adiningrat, 22 Oktober 1939) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kesultanan Yogyakarta. Dinobatkan menjadi Sultan Yogyakarta pada tanngal 8 Februari 1921.
9.
Sultan Hamengku Buwono IX
Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Yogyakarta, 12 April 1912-Washington, DC, AS, 1 Oktober 1988) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Yogyakarta, 12 April 1912-Washington, DC, AS, 1 Oktober 1988) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978.
10.
Sultan Hamengku Buwono X
Sri Sultan Hamengkubuwono X (Kraton Yogyakarta Hadiningrat, 2 April 1946 – sekarang) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak 1998. Hamengkubuwono X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito.
D. Penyebab Keruntuhan Kerajaan YogyakartaSri Sultan Hamengkubuwono X (Kraton Yogyakarta Hadiningrat, 2 April 1946 – sekarang) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak 1998. Hamengkubuwono X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito.
Pada
tahun 1813, Sri Sultan Hamengku Buwono I, menyerahkan sebagian dari wilayah
Kerajaannya yang terletak di sebelah Barat sungai Progo, kepada salah seorang
puteranya yang bernama Pangeran Notokusumo untuk memerintah di daerah itu
secara bebas, dengan kedaulatan yang penuh. Pangeran Notokusumo selanjutnya
bergelar sebagai Sri Paku Alam I, sedang daerah kekuasaan beliau disebut
Adikarto. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, beliau menyatakan sepenuhnya
berdiri di belakang Negara Republik Indonesia, sebagai bagian dari negara
persatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya bersatatus Daerah Istimewa
Yogyakarta (setingkat dengan Propinsi), sampai sekarang.
Dengan demikian Kerajaan Yogyakarta tidak mengalami kemunduran atau pun
kekalahan tetapi menyerahkan sepenuhnya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Hanya memilih Keturunan / Keluarga Raja terdahulu untuk menjadi
Pemimpin di Daerah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar