Minggu, 13 Desember 2015

INSTALASI DOMESTIK

BAB II
INSTALASI DOMESTIK
II.1 Percobaan Instalasi Penerangan Dasar
II.1.1 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui atau mempelajari cara kerja instalasi penerangan dasar.
II.1.2. Teori Singkat
Instalasi berasal dari kata installation yang berarti pemasangan. Dalam teknik listrik instalasi mempunyai pengerian yaitu, jaringan perlengkapan yang membangkitkan, mengatur, dan membagikan tenaga listrik. Dalam jaringan instalasi listrik ini diperlukan adanya penghantar (kawat / kabel), alat kontrol, alat pengaman, dan lain-lain.
Instalasi listrik dibagi atas beberapa bagian antara lain menurut penggunaannya, misalnya instalasi untuk penerangan atau cahaya, instalasi tenaga, instalasi komunikasi, dan instalasi khusus. Mengenai instalasi penerangan atau cahaya, yaitu sisitem satu fasa dengan menggunakan tegangan 220 Volt. Instalasi ini selain untuk keperluan penerangan juga unruk keperluan lain dalam rumah tangga misalnya untuk memberi daya listrik pada alat / pesawat seperti televisi, setrika, radio, ventilator, dan lain-lain.
Pada teknik instalasi kita harus mengetahui standarisasi dan peraturan yang berlaku dalam teknik ketenagalistrikan. Adapun tujuan dari standarisasi ialah untuk mencapai keseragaman, antara lain mengenai:
a. Ukuran, bentuk, dan mutu barang.
b. Cara kerja, dan cara menggambar.
Dengan makin rumitnya konstruksi dan makin meningkatnya jumlah dan jenis barang yang dihasilkan, standarisasi menjadi suatu keharusan.
Standarisasi membatasi jumlah jenis bahan dan barang, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan. Standarisasi juga mengurangi pekerjaan tangan maupun pekerjaaan otak. Dengan tecapainya standarisasi, mesin-mesin dan alat-alat dapat dipergunakan secara baik dan lebih efisien, sehingga dapat mengurangi harga pokok dan meningkatkan mutu.
Ada dua organisasi internasional yang bergerak di bidang standarisasi, yaitu :
1. “ International Electrotechnical Commission “ (IEC) untuk bidang teknik listrik, dan
2. “ International Organisation for Standardization “ (ISO) untuk bidang-bidang lainnya.
Sekretariat kedua organisasi ini berada di Geneva, dan mereka bekerja sama dengan erat.
Organisasi-organisasi tersebut menerbitkan publikasi-publikasi yang disebut standar atau norma. Untuk teknik listrik dikenal norma-norma IEC. Norma-norma ini ditulis dalam dua bahasa, yaitu bahasa Perancis dan bahasa Inggris.
IEC juga menerbitkan publikasi-publikasi bersama dengan CEE (International Commission on Rules for the Approval of Electrical Equipment). CEE ini merupakan suatu panitia internasional untuk segi-segi keamanan peralatan listrik.
Perbedaan antara norma-norma nasional menghambat perdagangan internasional. Untuk memecahkan persoalan ini di bidang teknik listrik, Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) telah membentuk suatu panitia yang disebut dengan CENELCOM (Comitee Europeen des Normes Electriques des Etats Membres de la Communaute Economique Europeenne).
Pada satu sisi, dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, kita sangat membutuhkan daya listrik, namun pada sisi lain, listrik sangat membahayakan keselamatan kita kalau tidak dikelola dengan baik. Sebagian besar orang pernah mengalami / merasakan sengatan listrik, dari yang hanya merasa terkejut saja sampai dengan yang merasa sangat menderita. Oleh karena itu, untuk mencegah dari hal-hal yang tidak diinginkan, kita perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya listrik dan jalan yang terbaik adalah melalui peningkatan pemahaman terhadap sifat dasar kelistrikan yang kita gunakan.
II.1.2.1 Bahaya Listrik
Bahaya listrik dibedakan menjadi dua, yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer adalah bahaya-bahaya yang disebabkan oleh listrik secara langsung, seperti bahaya sengatan listrik dan bahaya kebakaran atau ledakan . Sedangkan bahaya sekunder adalah bahaya-bahaya yang diakibatkan listrik secara tidak langsung. Namun bukan berarti bahwa akibat yang ditimbulkannya lebih ringan dari yang primer.
II.1.2.2 Bahaya Listrik bagi Manusia
II.1.2.2.1 Dampak sengatan listrik bagi manusia
Dampak sengatan listrik antara lain adalah:
Ø Gagal kerja jantung (Ventricular Fibrillation), yaitu berhentinya denyut jantung atau denyutan yang sangat lemah sehingga tidak mampu mensirkulasikan darah dengan baik.Untuk mengembalikannya perlubantuan dari luar.
Ø Gangguan pernafasan akibat kontraksi hebat (suffocation) yang dialami oleh paru-paru.
Ø Kerusakan sel tubuh akibat energy listrik yang mengalir di dalam tubuh.
Ø Terbakar akibat efek panas dari listrik.
II.1.2.2.2 Tiga faktor penentu tingkat bahaya listrik
Ada tiga faktor yang menentukan tingkat bahaya listrik bagi manusia, yaitu tegangan (V)arus (I)dan tahanan (R). Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi antara satu dan lainnya yang ditunjukkan dalam hukum Ohm.
Tegangan (V) dalam satuan volt (V) merupakan tegangan sistem jaringan listrik atau sistem tegangan pada peralatan. Arus (I) dalam satuan ampere (A) atau mili amper (mA) adalah arus yang mengalir dalam rangkaian, dan tahanan (R) dalam satuan Ohm, kilo Ohm atau mega Ohm adalah nilai tahanan atau resistansi total saluran yang tersambung pada sumber tegangan listrik. Sehingga berlaku:
 ;  ; ;………………….


Gambar. 1 Segitiga tegangan, arus, dan Tahanan


Gambar 2 Tubuh manusia bagian darirangkaian
Ru1 = Tahanan penghantar
RKi = Tahanan tubuh
Ru2 = Tahanan penghantar
Rk = Tahanan total
Rk =Ru1 + RKi + Ru2
Bila dalam hal ini, titik perhatiannya pada unsur manusia, maka selain kabel (penghantar), sistem pentanahan, dan bagian dari peralatan lain, tubuh kitatermasuk bagian dari tahanan rangkaian tersebut
Tingkat bahaya listrik bagi manusia, salah satu faktornya ditentukan oleh tinggi rendah arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh kita. Sedangkan kuantitas arus akan ditentukan oleh tegangan dan tahanan tubuh manusia serta tahanan lain yang menjadi bagian dari saluran. Berarti peristiwa bahaya listrik berawal dari sistem tegangan yang digunakan untuk mengoperasikan alat. Semakin tinggi sistem tegangan yang digunakan, semakin tinggi pula tingkat bahayanya. Jaringan listrik tegangan rendah di Indonesia mempunyai tegangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.5. dan sistem tegangan yang digunakan di Indonesia adalah: fasa-tunggal 220 V, dan fasa-tiga 220/380 V dengan frekuensi 50 Hz. Sistem tegangan ini sungguh sangat berbahaya bagi keselamatan manusia.


(a) Fasa-Tunggal


(b) Fasa-Tiga
Gambar 3 Sistem tegangan rendah diIndonesia
II.1.2.2.3 Proses Terjadinya Sengatan Listrik.
Ada dua cara listrik bisa menyengat tubuh kita, yaitu melalui sentuhan langsung dan tidak langsung. Bahaya sentuhan langsung merupakan akibat dari anggota tubuh bersentuhan langsung dengan bagian yang bertegangan sedangkan bahaya sentuhan tidak langsung merupakan akibat dari adanya tegangan liar yang terhubung ke bodi atau selungkup alat yang terbuat dari logam (bukan bagian yang bertegangan) sehingga bila tersentuh akan mengakibatkan sengatan listrik. Memberikan ilustrasi tentang kedua bahaya ini.
(a) Sentuhan Langsung
b) Sentuhan Tak Langsung
Gambar 4 Jenis Bahaya Listrik
II.1.2.2.4 Tiga faktor penentu keseriusan akibat sengatan listrik.
Ada tiga faktor yang menentukan keseriusan sengatan listrik pada tubuh manusia, yaitu: besar arus,lintasan aliran, dan lama sengatan pada tubuh. Besar arus listrik. Besar arus yang mengalir dalam tubuh akan ditentukan oleh tegangan dan tahanan tubuh. Tegangan tergantung sistem tegangan yang digunakan , sedangkan tahanan tubuh manusia bervariasi tergantung pada jenis, kelembaban/moistur kulit dan faktor-faktor lain seperti ukuran tubuh, berat badan, dan lain sebagainya. Tahanan kontak kulit bervariasi dari 1000 kΩ (kulit kering) sampai 100 kΩ (kulit basah). Tahanan dalam (internal) tubuh sendiri antara 100 – 500 Ω.
Contoh:
Jika tegangan sistem yang digunakan adalah 220 V, berapakah kemungkinan arus yang mengalir ke dalam tubuh manusia?
Ø Kondisi terjelek:
o Tahanan tubuh adalah tahanan kontak kulit di tambah tahanan internal tubuh, (Rk)=100 Ω +100 Ω = 200 Ω.
o Arus yang mengalir ke tubuh: I = V/R = 220 V/200 Ω = 1,1 A
Ø Kondisi terbaik:
o Tahanan Tubuh Rk= 1000 k Ω
o I = 220 V/1000 k Ω = 0,22 mA.
Lintasan aliran arus dalam tubuh
Lintasan arus listrik dalam tubuh juga akan sangat menentukan tingkat akibat sengatan listrik. Lintasan yang sangat berbahaya adalah yang melewati jantung, dan pusat saraf (otak). Untuk menghindari kemungkinan terburuk adalah apabila kita bekerja pada system kelistrikan, khususnya yang bersifat ONLINE adalah sebagai berikut:
Ø gunakan topi isolasi untuk menghindari kepala dari sentuhan listrik,
Ø gunakan sepatu yang berisolasi baik agar kalau terjadi hubungan listrik dari anggota tubuh yang lain tidak mengalir ke kaki agar jantung tidak dilalui arus listrik,
Ø gunakan sarung tangan isolasi minimal untuk satu tangan untuk menghindari lintasan aliran ke jantung bila terjadi sentuhan listrik melalui kedua tangan. Bila tidak, satu tangan untuk bekerja sedangkan tangan yang satunya dimasukkan ke dalam saku.
Lama waktu sengatan
Lama waktu sengatan listrik ternyata sangat menentukan kefatalan akibat sengatan listrik. Penemuan faktor ini menjadi petunjuk yang sangat berharga bagi pengembangan teknologi proteksi dan keselamatan listrik. Semakin lama waktu tubuh dalam sengatan semakin fatal pengaruh yang diakibatkannya. Oleh karena itu, yang menjadi ekspektasi dalam pengembangan membatasi sengatan agar dalam waktu sependek mungkin.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh besar dan lama waktu arus sengatan terhadap tubuh, ditunjukkan pada Gambar diatas. Dalam gambar ini diperlihatkan bagaimana pengaruh sengatan listrik terhadap tubuh, khususnya yang erkait dengan dua faktor, yaitu besar dan lama arus listrik mengalir dalam tubuh.
Arus sengatan pada daerah 1 (sampai 0,5 mA) merupakan daerah aman dan belum terasakan oleh tubuh (arus mulai terasa 1-8 mA).
Daerah 2, merupakan daerah yang masih aman walaupun sudah memberikan dampak rasa pada tubuh dari ringan sampai sedang walaupun masih belum menyebabkan gangguan kesehatan.
Daerah 3 sudah berbahaya bagi manusia karena akan menimbulkan kejang-kejang/kontraksi otot dan paruparu sehingga menimbulkan gangguan pernafasan.
Daerah 4 merupakan daerah yang sangat memungkinkan menimbulkan kematian si penderita.


Gambar 5 karakteristik pengaman terhadap bahaya listrik.
Dalam gambar tersebut juga ditunjukkan karakteristik salah satu pengaman terhadap bahaya sengatan listrik, di mana ada batasan kurang dari 30 mA dan waktu kurang dari 25 ms. Ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian proteksi.


Gambar 6 Reaksi Tubuh terhadap Sengatan Listrik
II.1.2.2.5 Kondisi-kondisi berbahaya
Banyak penyebab bahaya listrik yang ada dan terjadi di sekitar kita, di antaranya adalah isolasi kabel rusak, bagian penghantar terbuka, sambungan terminal yang tidak kencang. Isolasi kabel yang rusak merupakan akibat dari sudah terlalu tuanya kabel dipakai atau karena sebab-sebab lain (teriris, terpuntir, tergencet oleh benda berat dll), sehingga ada bagian yang terbuka dan kelihatan penghantarnya atau bahkan ada serabut hantaran yang menjuntai. Ini akan sangat berbahaya bagi yang secara tidak sengaja menyentuhnya atau bila terkena ceceran air atau kotoran-kotoran lain bisa menimbulkan kebakaran.
Penghantar yang terbuka biasa terjadi pada daerah titik-titik sambungan terminal dan akan sangat membahayakan bagi yang bekerja pada daerah tersebut, khususnya dari bahaya sentuhan langsung.


(a) Kabel terkelupas
(b) Konduktor yang terbuka
Sambungan listrik yang kendor atau tidak kencang, walaupun biasanya tidak membahayakan terhadap sentuhan, namun akan menimbulkan efek pengelasan bila terjadi gerakan atau goyangan sedikit. Ini kalau dibiarkan akan merusak bagian sambungan dan sangat memungkinkan menimbulkan potensi kebakaran.


(c) isolasi kabel yang sudah pecah
Gambar 7 Contoh-contoh penyebab bahaya Listrik.
II.1.2.2.6 Sistem Pengamanan terhadap Bahaya Listrik
Sistem pengamanan listrik dimaksudkan untuk mencegah orang bersentuhan baik langsung maupun tidak langsung dengan bagian yang beraliran listrik
II.1.2.2.6.1 Pengamanan terhadap sentuhan langsung
Ada banyak cara / metoda pengamanan dari sentuhan langsung seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
Ø Isolasi pengaman yang memadai. Pastikan bahwa kualitas isolasi pengaman baik, dan dilakukan pemeriksaan dan pemeliharaan dengan baik. Memasang kabel sesuai dengan peraturan dan standard yang berlaku.


Gambar 8 Pengamanan dengan isolasi Pengaman
Ø Menghalangi akses atau kontak langsung menggunakan enklosur, pembatas, penghalang.
Gambar 9 Pengamanan dengan Pemagaran
Ø Menggunakan peralatan INTERLOCKING. Peralatan ini biasa di pasang pada pintu-pintu. Ruangan yang di dalamnya terdapat peralatan yang erbahaya. Jika pintu dibuka, semua aliran listrik ke peralatan terputus (door switch).
II.1.2.2.6.2 Pengaman terhadap tegangan sentuh (tidak langsung)
Pentanahan merupakan salah satu cara konvensional untuk mengatasi bahaya tegangan sentuh tidak langsung yang dimungkinkan terjadi pada bagian peralatan yang terbuat dari logam. Untuk peralatan yang mempunyai selungkup / rumah tidak terbuat dari logam tidak memerlukan sistem ini. Agar sistem ini dapat bekerja secarabefektif maka baik dalam pembuatannya maupun hasil yang dicapai harus sesuai dengan standard.
Ada 2 hal yang dilakukan oleh system pentanahan, yaitu (1) menyalurkan arus dari bagian-bagian logam peralatan yang teraliri arus listrik liar ke tanah melalui saluran pentanahan, dan (2) menghilangkan beda potensial antara bagian logam peralatan dan tanah sehingga tidak membahayakan bagi yang menyentuhnya.
Berikut ini contoh potensi bahaya tegangan sentuh tidak langsung dan pengamanannya.
Tegangan sentuh (tidak langsung)
Peralatan yang digunakan menggunakan sistem tegangan fasa-satu, dengan tegangan antara saluran fasa (L) dan netral (N) 220 V. Alat tersebut menggunakan sekering 200 A. Bila terjadi arus bocor pada selungkup/ rumah mesin, maka tegangan/beda potensial antara selungkup mesin dan tanah sebesar 220 V. Tegangan sentuh ini sangat berbahaya bagi manusia. Bila selungkup yang bertegangan ini tersentuh oleh orang maka akan ada arus yang mengalir ke tubuh orang tersebut.


Gambar 10 Kondisi tegangan sentuh pada mesin
Pengamanan dari tegangan sentuh dilakukan dengan membuat saluran pentanahan seperti yang ditunjukkan pada Gambar diatas. Saluran pentanahan ini harus memenuhi standard keselamatan, yakni mempunyai tahanan pentanahan tidak lebih dari 0,1 Ω.
Jika tahanan saluran pentanahan sebesar 0,1 Ω, dan arus kesalahan 200 A, maka kondisi tegangan sentuh akan berubah menjadi:
V = I.R
= 200.01
= 20 V
Bila tegangan ini tersentuh oleh orang maka akan mengalir arus ke tubuh orang tersebut maksimum sebesar:
I = V / Rk……………………………………………………….
Ø Kondisi terjelek, Rk min= 200 Ω, maka I = 20/200 Ω = 0,1 A atau 100 mA
Ø Kondisi terbaik, Rk maks = 1000 k Ω maka I = 20 / 1.000.000 = 0,00002 A atau 0,02 mA
Berdasarkan hasil perhitungan ini terlihat demikian berbedanya tingkat bahaya tegangan sentuh antara yang tanpa pentanahan dan dengan pentanahan. Dengan saluran pentanahan peralatan jauh lebih aman. Karena itu pulalah, saluran pentanahan ini juga disebut saluran pengaman.
Walaupun begitu, untuk menjamin keefektifan saluran pentanahan, perlu diperhatikan bahwa sambungan-sambungan harus dilakukan secara sempurna.
Ø Setiap sambungan harus disekrup secara kuat agar hubungan kelistrikannya bagus guna memberikan proteksi yang baik;
Ø Kabel dicekam kuat agar tidak mudah tertarik sehingga kabel dan sambungan tidak mudah bergerak.
Dengan kondisi sambungan yang baik menjamin koneksi pentanahan akan baik pula dan bisa memberikan jaminan keselamatan bagi orang-orang yang mengoperasikan peralatan yang sudah ditanahkan.


(a)


(b)
(c)
Gambar 11 Pengawatan kabel pentanahan.
Keterangan gambar.
(a) Koneksi
(b) Hubungan alat dan pengguna
(c) Aliran arus.
II.1.2.2.7 Alat Proteksi Otomatis
Pada saat ini sudah banyak dijumpai alat-alat proteksi otomatis terhadap tegangan sentuh. Peralatan ini tidak terbatas pada pengamanan manusia dari sengatan listrik, namun berkembang lebih luas untuk pengamanan dari bahaya kebakaran.
II.1.2.2.7.1 Jenis-jenis alat proteksi otomatis
Jenis-jenis alat proteksi yang banyak dipakai, antara lain adalah: Residual Current Device (RCD), Earth Leakage Circuit Breaker (ELCB) dan Ground Fault Circuit Interruptor (GFCI). Walaupun berbeda-beda namun secara prinsip adalah sama. Yakni, alat ini akan bekerja/aktif bila mendeteksi adanya arus bocor ke tanah. Karena kemampuan itulah, arus bocor ini dianalogikan dengan arus sengatan listrik yang mengalir pada tubuh manusia.
II.1.2.2.7.2 Prinsip kerja alat pengaman otomatis
Gambar 2.15 menunjukkan gambaran fisik sebuah RCD untuk sistem fasatunggal dan diagram skemanya. Prinsip kerja RCD dapat dijelaskan sebagai berikut.
Perhatikan gambar diagram skematik Gambar diatas.
Iin : arus masuk
Iout : arus keluar
IR1 : arus residual yang mengalir ke tubuh
IR2 : arus residual yang mengalir ke tanah
Min : medan magnet yang dibangkitkan oleh arus masuk
Mout : medan magnet yang dibangkitkan oleh arus keluar.
Dalam keadaan terjadi arus bocor :
o arus keluar lebih kecil dari arus masuk, Iout <>
o arus residu mengalir keluar setelah melalui tubuh manusia atau tanah;
o karena Iin>Iout maka Min>Mout
o akibatnya, akan timbul ggl induksi pada koil yang dibelitkan pada toroida.
o ggl induksi mengaktifkan peralatan pemutus rangkaian.


(a)


(b)
Gambar 12 Contoh pengaman otomatis
(a) Gambaran fisik RCD
(b) diagram skematik RCD
Skema diagram untuk sistem fasa tiga ditunjukkan pada Gambar dibawah. Prinsip kerja pengaman otomatis untuk sistem fasa tiga ditunjukkan pada Gambar dibawah. Bila tidak ada arus bocor (ke tanah atau tubuh manusia) maka jumlah resultant arus yang mengalir dalam keempat penghantar sama dengan nol. Sehingga trafo arus (CT) tidak mengalami induksi dan trigger elektromagnet tidak aktif. Dalam hal ini tidak terjadi apa-apa dalam sistem.


(a)


(b)


(c)
(a) Diagram rangkaian
(b) Pemasangan pada beban (lokal)
(c) Pemasangan Terpusat
Gambar 13 RCD/ELCB Fasa-Tiga.
Namun sebaliknya bila ada arus bocor, maka jumlah resultant arus tidak sama dengan nol, CT menginduksikan tegangan dan mengaktifkan trigger sehingga alat pemutus daya ini bekerja memutuskan beban dari sumber (jaringan). Gambar b dan c memperlihatkan pemakaian CRD/ELCB. Bila pengamanan untuk satu jenis beban saja maka RCD dipasang pada saluran masukan alat saja. Sedangkan bila pengamanan untuk semua alat/beban dan saluran, maka alat pengaman dipasang pada sisi masukan/sumber semua beban. Mana yang terbaik, tergantung dari apa yang diinginkan. Kalau keinginan pengamanan untuk semua rangkaian, Gambar bagian c yang dipilih. Namun perlu dipertimbangkan aspek ekonomisnya, karena semakin besar kapasitas arus yang harus dilayani maka harga alat akan semakin mahal pula walaupun dengan batas arus keamanan (bocor) yang sama.
Untuk alat-alat yang dipasang di meja, cukup dengan arus pengamanan DIn= 30 mA. Untuk alat-alat yang pemakaiannya menempel ke tubuh (bath tube, sauna, alat pemotong jenggot, dll) digunakan alat pengaman dengan arus lebih rendah, yaitu DIn = 10 mA. Untuk pengamanan terhadap kebakaran (pemasangan terpusat) dipasang dengan DIn= 500 mA.
II.1.2.2.8 Pengaman pada peralatan portabel
Metode pengamanan peralatan listrik portabel dibedakan menjadi 2 kelas, yaitu Alat Kelas I dan Kelas II. Sedangkan untuk alat-alat mainan dikategorikan Alat Kelas III.
Alat Kelas I adalah alat listrik yang pengamanan terhadap sengatan listrik menggunakan saluran pentanahan (grounding). Alat ini mempunyai selungkup (casing) yang terbuat dari logam.
Alat Kelas II adalah alat listrik yang mempunyai isolasi ganda, di mana selungkup atau bagian-bagian yang tersentuh dalam pemakaiannya terbuat dari bahan isolasi. Pada alat kelas ini tidak diperlukan saluran pentanahan. Berikut ini adalah contoh alat yang termasuk Kelas I dan Kelas II.


Gambar 14 Contoh klasifikasi pengamanan alat portabel
II.1.3 Alat-alat yang digunakan
a. Sakelar satu kutub (tunggal) f. Lampu pijar
b. Sakelar seri (deret) g. Sekring / MCB 1 fasa
c. Stop kontak (kotak kontak) h. KWH meter 1 fasa
d. Fitting i. kabel NYA 2,5/1,5mm
e. Lampu TL
II.I.4 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memperhatikan gambar percobaan
3. Membuat skema atau rangkaian pengawatan instalasi listrik
4. Membuat hubungan seperti pada gambar percobaan, pengawatan dimulai dari komponen sampai menuju ke beban. Dengan tidak memasukkan dahulu tegangan ke peralatan/bahan.
5. Memperhatikan warna kabel, kabel fasa ditandai dengan kabel berwarna merah, kuning dan biru. Kabel netral ditandai dengan kabel berwarna hitam, agar memudahkan pelaksanaan dan tata tertib instalasi.
6. Memasukkan sumber tegangan satu fasa dengan menaikkan sekring/MCB untuk menguji rangkaian pengawatan instalasi listrik.
7. Mengulangi prosedur percobaan dengan rangkaian pengawatan lain.
II.2 Percobaan Penerangan Domestik
II.2.1 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahu atau mempelajari cara kerja instalasi penerangan domestik.
II.2.2 Teori Singkat
II.2.2.1 Pengertian.
Instalasi listrik domestik adalah instalasi listrik di dalam bangunan yang dijadikan tempat tinggal. Untuk pemasangan suatu instalasi listrik lebih dahulu harus dibuat gambar-gambar rencananya berdasarkan denah bangunan, dimana instalasinya akan dipasang. Juga spesifikasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi pihak pemborong, antara lain mengenai pelaksanaannya, material yang harus digunakan, waktu penyerahannya, dan sebagainya.
Gambar-gambarnya harus jelas, mudah dibaca dan dimengerti. Gambar denah bangunannya biasanya disederhanakan. Dinding-dindingnya digambar dengan garis tunggal, agak tipis. Saluran-saluran listriknya, karena lebih penting, digambar lebih tebal. Supaya gambarnya rapi, harus dipilih tebal garis yang tepat.
Menurut ayat 401 B3, gambar-gambar yang diperlukan ialah:
a. Gambar situasi, untuk menyatakan letak bangunan, dimana instalasinya akan dipasang, serta rencana penyambungannya dengan jaringan PLN.
b. Gambar Instalasi, meliputi :
· Rencana penempatan semua peralatan listrik yang akan dipasang dan sarana pelayanannya, misalnya titik lampu sakelar, kontak-kontak, perlengkapan hubung-bagi, dan sebagainya;
· Rencana penyambungan peralatan listrik dengan alat pelayanannya, misalnya antara lampu dan sakelarnya, motor dan pengasutnya, dan sebagainya;
· Hubungan antara peralatan listrik dan saran pelayanannya dengan perlengkapan hubung bagi yang bersangkutan;
· Data teknis yang penting dari setiap peralatan listrik yang akan di pasang.
c. Diagram instalasi garis tunggal, meliputi:
· Diagram perlengkapan hubung-bagi, dengan keterangan mengenai ukuran atau daya nominal setiap komponennya;
· Keterangan mengenai beban yang terpasang dan pembagiannya;
· Ukuran dan jenis hantaran yang akan digunakan;
· Sistem pentanahannya
d. Gambar perincian atau keterangan yang diperlukan, meliputi misalnya:
· Perkiraan ukuran fisik perlengkapan hubung-baginya;
· Cara pemasangan alat-alat listriknya;
· Cara pemasangan kabelnya
· Cara kerja instalasi kontrolnya, kalau ada
II.2.2.1.1 Pengawasan dan Tanggung Jawab
Pengawasan pemasangan instalasi listrik dan tanggung jawab perencana dan pelaksana pekerjaannya diatur dengan pasal 910. Antara lain ditentukan sebagai berikut:
· Setiap pemasangan instalasi listrik harus mendapat izin dari instansi yang berwenang, umumnya dari cabang PLN setempat.
· Penanggung jawab pekerjaan instalasi harus diawasi seorang yang ahli, berilmu pengetahuan, berpengalaman dalam pekerjaan instalasi listrik dan memilih izin dari instansi yang berwenang.
· Pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus dilaksanakan oleh orang-orang yang berpengetahuan dan berpengalaman tentang listrik, dan dalam keadaan sehat.
· Pemasangan instalasi listrik yang selesai dikerjakan, harus dilaporkan secara tertulis kepada badan pemeriksa (umumnya PLN setempat) untuk diperiksa dan diuji.
· Setelah dinyatakan baik secara tertulis badan pemeriksa, dan sebelum diserahkan kepada pemilik atau pemesan, instalasinya harus dicoba dahulu dengan tegangan dan arus kerja penuh selama waktu yang cukup lama dan semua peralatan harus dicoba.
· Perencana suatu instalasi listrik bertanggung jawab atas rencana yang telah dibuatnya.
· Pelaksana pekerjaan pemasangan instalasi listrik bertanggung jawab atas pekerjaannya selama batas waktu tertentu. Jika terjadi suatu kecelakaan karena kesalahan pemasangan, maka ia bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.
Pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik meliputi antara lain:
· Tanda-tanda;
· Peralatan listrik yang dipasang
· Cara pemasangannya
· Polaritas (harus sesuai dengan pasal 206)
· Pentanahan (diuji sesuai pasal 333)
· Tahanan isolasi (diuji sesuai pasal 215 dan pasal 334)
· Kontinuitas rangkaian
II.2.2.3 Cahaya
Cahaya merupakan satu bagian dari berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya. Cahaya dipancarkan dari suatu benda dengan fenomena – fenomena seperti pijar padat dan cair, muatan listrik, electro luminescence,photoluminescence.
Urutan jenis-jenis radiasi elektromagnetis pada spektrum gelombang elektromagnetis, mulai dari panjang gelombang terpendek adalah sinar cosmic, sinar gama, sinar-x, radiasi vacuum ultraviolet, radiasi ultraviolet, cahaya tampak, radiasi infrared, gelombang radar, gelombang televisi, gelombang radio, gelombang transmisi daya.
Cahaya tampak, seperti yang dapat dilihat pada spektrum elektromagnetik, menyatakan gelombang yang sempit diantara cahaya ultraviolet (UV) dan energy inframerah (panas). Penelitian menunjukkan bahwa 80% informasi yang diterima oleh otak dikirim melalui mata, dan mata dapat melakukan proses ini karena adanya cahaya, baik itu cahaya alami yaitu sinar matahari langsung (daylight) atau cahaya matahari yang dipantulkan oleh bulan (moonlight) maupun cahaya buatan (artificial light). Gelombang cahaya tersebut mampu merangsang retina mata, yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut pandangan. Oleh karena itu, penglihatan memerlukan mata yang berfungsi dan cahaya yang nampak.


Gambar 15 Spektrum Cahaya
II.2.2.4 Pencahayaan
Dalam merencanakan atau melakukan penelitian terhadap kualitas pencahayaan suatu ruangan, harus diperhatikan beberapa kriteria dasar agar didapatkan tingkat pencahayaan yang baik dan mata dapat melihat dengan jelas dan nyaman. Kriteria-kriteria ini saling mempengaruhi dan tidak dapat berdiri sendiri karena masing-masing saling mempengaruhi dalam menghasilkan kualitas pencahayaan yang optimal (Dharmasetiawan dan Puspakesuma,1991).
Kriteria-kriteria yang harus dipenuhi itu adalah :
1 Kuantitas atau jumlah cahaya pada suatu permukaan tertentu (lighting level) atau tingkat tingkat pencahayaan (illuminasi).
2 Distribusi kepadatan cahaya (luminance distribution).
3 Pembatasan agar cahaya tidak menyilaukan mata (limitation of glare).
4 Arah pencahayaan dan pembentukan bayangannya (light directionally and shadows).
5 Warna cahaya dan refleksi warnanya (light colour dan colour rendering).
6 Kondisi dan iklim ruangan.
II.2.2.4.1 Tingkat Pencahayaan / illuminasi.
Satu objek yang pada siang hari dengan mudah dapat dilihat, dapat saja tidak terlihat pada malam hari karena mata kita bergantung kepada tingkat pencahayaan yang jatuh pada suatu benda. Tingkat pencahayaan (illuminasi)sebagian besar ditentukan oleh tingkat pencahayaan yang jatuh pada suatu luas bidang atau permukaan dan dinyatakan sebagai illuminasi rata-rata. Illuminasi rata- rata dalam lux adalah jumlah fluks cahaya yang jauh pada area pencahayaan () dalam satuan lumen (lm) dibagi dengan luas bidang (A) dalam satuan m2. Atau bila dituliskan dalam bentuk rumus :
Dimana
E : tingkat pencahayaan (lux)
Θ : total fluks cahaya pada area encahayaan (lumen)
A : luas permukaan


Gambar 16 Tingkat pencahayaan pada suatu permukaan
Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan, tergantung pada jenis kegiatanyang dilakukan. Kegiatan-kegiatan yang memerlukan ketelitian dan konsentrasi serta dukungan cahaya yang tinggi memerlukan penerangan dengan tingkat pencahayaan yang tinggi pula. Tingkat pencahayaan tersebut memiliki standar minimum yang direkomendasikan, salah satunya standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional Indonesia yaitu SNI 03-6575-2001.
II.2.2.4.2 Distribusi Kepadatan Cahaya / Luminance Distribution.
Kepadatan cahaya atau luminasi (L) adalah ukuran kepadatan radiasicahaya yang jatuh pada suatu bidang dan dipancarkan ke arah mata sehingga matamendapatkan kesan bahwa benda tersebut jelas kelihatan atau kesan bright. Dengan kata lain, kepadatan cahaya adalah intensitas cahaya dari bidang tertentu (cd) dibagi dengan luas bidang (m2).
Rumus :
dimana :
L = Kepadatan Cahaya
I = Intensitas cahaya per satuan sudut ruang (cd)
A = Luas Bidang (m2)
Semakin tinggi kepadatan cahaya suatu permukaan maka semakin terang pula permukaan itu tampak oleh mata. Biarpun tingkat kepadatan cahaya suatu permukaan sudah sesuai dengan rekomendasi yang diminta, tetapi bila distribusi cahayanya tidak merata akan menimbulkan kontras yang terlalu besar. Dengan demikian keharmonisan distribusi cahaya harus tetap diperhatikan. Perbandingan yang ideal antara kepadatan cahaya langit-langit, dinding dan lantai adalah tidak lebih besar dari 3 : 1, dari angka kepadatan cahayanya, supaya didapatkan distribusi cahaya dalam ruangan yang merata. Dalam hal ini perlu memilih armatur lampu yang tepat sehingga kombinasinya dalam merefleksikan cahaya dalam ruangan juga memenuhi standar.
II.2.2.4.3 Pembatasan Agar Cahaya Tidak Menyilaukan Mata (Limitation Of Glare).
Silau terutama disebabkan oleh distribusi cahaya yang tidak merata pada suatu permukaan, misalnya penempatan lampu yang terlalu dekat ke bidang kerja akan menimbulkan refleksi permukaan bidang kerja yang cukup tinggi akibatnya mata menjadi silau. Efek ini juga disebabkan oleh besarnya sumber cahaya, kepadatan cahaya, semua sumber cahaya yang terdapat di depan sudut penglihatan mata, dan perbedaan yang kontras antara permukaan yang gelap dengan terang, misalnya jendela. Silau akan mengakibatkan daya penglihatan berkurang, dapat menyebabkan keletihan pada mata, dan menurunkan semangat belajar atau bekerja. Silau yang langsung diakibatkan oleh sumber cahaya buatan dapat dihindari dengan memasang armatur pada lampu yang dilengkapi dengan
pelindung berupa optical miror. Menurut Darmasetiawan dan Puspakesuma (1991), semua lampu yang berada dalam sudut pandang mata sebesar 450, akan menimbulkan silau seperti pada gambar.


Gambar 17. Sudut Pandang Penglihatan Manusia
II.2.2.4.4 Arah Pencahayaan dan Pembentukan Bayangannya (Light Directionally And Shadows)
Arah pencahayaan dan pembentukan bayangan pada suatu benda dapat memberikan kesan yang berbeda bila dilihat oleh mata karena informasi yang diteruskan ke otak tergantung pada arah sumber cahaya yang mengenai benda itu, dan bayangan yang ditimbulkannya. Distribusi pencahayaan dan susunan armature lampu yang tepat akan berpengaruh pada bayangan yang ditimbulkan dimana akan sedikit bayangan yang timbul. Di dalam ruangan untuk tempat kerja dan belajar, sebaiknya intensitas bayangan itu cukup. Tidak terlalu berbayang-bayang karena akan mempengaruhi penglihatan, dan sebaiknya juga tidak menghilangkan bayangan dalam ruang karena akan menimbulkan kesan monoton dan membosankan, selain juga turut mempersulit penglihatan.
II.2.2.4.5 Warna Cahaya dan Refleksi Warna (Light Colour And Colour Rendering)
Warna dari suatu benda yang kita lihat adalah relatif, tergantung pada jenis dan warna pencahayaan. Warna Cahaya yang dimaksudkan disini adalah cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya yang memberikan kesan tertentu kepada kita. Misalnya memberikan kesan putih dan dingin (cool white), atau memberi kesan hangat (warm). Kesan ini timbul oleh karena sumber cahaya memancarkan cahaya dengan suhu tertentu pada permukaan benda dan dipantulkan kembali oleh benda ke mata, sehingga kita mendapatkan kesan warna yang berbeda-beda. Menurut Darmasetiawan dan Puspakesuma (1991), warna cahaya dari suatu sumber untuk pencahayaan di dalam ruangan dibagi atas tiga kelompok :
Tabel Temperatur Warna dalam Ruangan
Warna Cahaya
Temperatur
Putih Siang Hari (daylight)
Putih Netral (cool white)
Putih Hangat (warm white)
6000 Kelvin
4000 Kelvin
3000 Kelvin
Colour Rendering (Ra) atau Refleksi Warna menunjukkan apakah suatu sumber cahaya bisa menampilkan warna sesuai dengan warna aslinya. Colour Rendering mempunyai skala mulai dari 0%-100%. Semakin tinggi Colour Rendering suatu sumber cahaya maka objek atau benda juga semakin mendekati warna aslinya. Salah satu contoh sumber cahaya yang colour renderingnya paling tinggi adalah Matahari (Ra = 100%), karena matahari bisa menampilkan warna asli dari suatu objek atau benda.
II.2.2.4.6. Kondisi dan iklim ruangan.
Kondisi dan iklim ruangan turut berpengaruh pada kuat pencahayaan
namun hal tersebut tergantung kepada keinginan pemilik ruangan. Kondisi ruangan disini maksudnya lampu dapat menciptakan suasana ruangan yang sesuai dengan keinginan, memberikan atmosfer yang menyenangkan kepada seluruh interior ruangan misalnya warna cahaya, serta menciptakan suatu kondisi kerja yang nikmat dan aman. Pencahayaan masa kini harus memenuhi fungsi sebagai penerangan yang baik, meningkatkan kualitas dekorasi ruangan, memperhatikan segi keamanan pengguna ruangan, dan memperhatikan segi ekonomis jangka
panjang, dan tidak lupa juga fleksibilitas untuk perubahan tata letak sumber cahaya dimasa yang akan datang.
II.2.2.4.7. Tingkat Pencahayaan Yang Merata (Uniformity Of Illuminance)
Oleh Cayless & Marsden (1983), dinyatakan bahwa tingkat pencahayaan
yang merata adalah penting karena tiga hal, yaitu :
o Dapat mengurangi perbedaan variasi tingkat pencahayaan dalam ruang dengan aktivitas sejenis misalnya kegiatan belajar dalam ruang kelas.
o Kepadatan cahaya yang terlalu terkonsentrasi dapat mempengaruhi kinerja dan kenyamanan visual dalam ruangan.
o Pencahayaan yang tidak merata membuat ruangan kelihatan suram dan tidak nyaman membuat orang yang berada didalam ruangan tersebut tidak betah untuk tinggal.
Perencanaan teknik pencahayaan atau penerangan dalam praktik pada
umumnya bertujuan untuk tercapainya tingkat pencahayaan yang merata pada seluruh bidang kerja. Pencahayaan yang sepenuhnya merata memang tidak mungkin dalam praktik, tetapi menurut Pritchard (1986) standar yang dapat diterima adalah tingkat pencahayaan minimum serendah-rendahnya 80% dari rata- rata tingkat pencahayaan dalam ruang. Artinya, bila tingkat pencahayaan rata- ratanya 100 lux, maka tingkat pencahayaan dari semua titik di dalam ruangan harus 80 lux.
Besarnya tingkat pencahayaan dalam ruangan untuk siang dan malam hari adalah sama. Yang berbeda adalah jumlah lumen dari lampu yang dibutuhkan, karena siang hari cahaya buatan dibantu oleh cahaya matahari sedang pada waktu malam tidak ada cahaya matahari.
Kuat Penerangan yang merata dapat dicapai jika memenuhi ketentuan
pemasangan beberapa buah lampu, berupa penentuan spacing criteria (SC), yaitu perbandingan jarak antar dua buah pusat lampu yang berdekatan terhadap jarak lampu ke bidang kerja. Angka perbandingan untuk spacing criteria (SC) adalah 1,5. Atau dituliskan dalam rumus :
s = hm x 1,5
dimana :
s = jarak antar lampu yang terdekat
hm = tinggi bidang kerja ke lampu





Gambar 18 Spacing Criteria untuk Kuat Penerangan yang merata.
II.2.2.4.8. Reflektansi / Reflectance.
Dalam IES Lighting Handbook (1984) dinyatakan bahwa setiap objek
memantulkan sebagian dari cahaya yang mengenainya, tergantung pada susunan geometris obyek tersebut baik bahan penyusunnya maupun warna obyek yang dikenai cahaya. Reflektansi dalam ruangan sangat mempengaruhi kinerja dari ruangan tersebut. Semakin tinggi angka reflektansi ruang maka semakin terang pula ruangan yang ditempati, demikian pula sebaliknya. Skala reflektansi cahaya adalah antara 0 dan 100 %, dari hitam ke putih. Reflektansi (Reflectance, reflection factor, or reflectance coefficient) adalah perbandingan rasio cahaya yang dipantulkan oleh suatu permukaan terhadap cahaya yang mengenainya atau cahaya yang datang pada bidang. Adapun rumus untuk menentukan angka reflektansi rata-rata bidang adalah :
Angka Reflektansi (ρ) = x 100%
Nilai maksimum dari angka tersebut adalah 100% yaitu spektrum warna putih terang, dan minimum adalah 0% yaitu warna hitam pekat. Angka Reflektansi ini termasuk dalam kategori Coefficient of utilization, yang berpengaruh terhadap tingkat pencahayaan/iluminasi.
Refleksi cahaya yang timbul bisa specular, diffus, ataupun kombinasi dari keduanya. Refleksi Specular (Specular Reflection) adalah jenis refleksi yang terjadi pada suatu cermin. Ditandai dengan sudut pantul sama dengan sudut datang. Refleksi Diffus (Diffuse reflection) adalah jenis refleksi dimana pantulan cahaya menyebar ke segala arah, sehingga permukaan pantulan terlihat sama terangnya dilihat dari segala sudut penglihatan.


Gambar 19 Refleksi Spekular dan Refleksi Diffus
Untuk ruangan kelas, faktor reflektansi harus diperhatikan supaya didapatkan pencahayaan yang cukup untuk proses belajar mengajar. Bila factor reflektansi kurang maka ruang kelas akan terkesan muram. Adapun rekomendasi angka reflektansi untuk ruang kelas adalah :
• Angka reflektansi dinding : 50 – 70 %
• Angka reflektansi lantai : 20 – 40 %
• Angka reflektansi langit-langit : 70 – 90 %
II.2.3 Alat-alat yang digunakan
a. Sakelar satu kutub (tunggal)
b. Sakelar seri (deret)
c. Stop kontak (kotak kontak)
d. Fitting
e. Lampu pijar
f. Lampu TL
g. Sekring/MCB 1 fasa
h. KWH meter 1 fasa
i. Kabel NYA 2,5 / 1,5 mm
II.2.4 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Memperhatikan gambar percobaan
3. Membuat skema atau rangkaian pengawatan instalasi listrik
4. Membuat hubungan seperti pada gambar percobaan, pengawatan dimulai dari komponen sampai menuju ke beban. Dengan tidak memasukkan dahulu tegangan ke peralatan/bahan.
5. Memperhatikan warna kabel, kabel fasa ditandai dengan kabel berwarna merah, kuning dan biru. Kabel netral ditandai dengan kabel berwarna hitam, agar memudahkan pelaksanaan dan tertib instalasi.
6. Memasukkan sumber tegangan satu fasa dengan menaikkan sekring/MCB untuk menguji rangkaian pengawatan instalasi listrik.
7. Mengulangi prosedur percobaan dengan rangkaian pengawatan lain
 Tabel Pembagian Daya Pada Tiap Grup
Ket.
Lampu
Stop Kontak
Daya
Total
I
●●
1
-
-
20
20
-
2
-
40
80
-
2
-
10
20
-
-
2
150
300
Jumlah
420
II
-
1
-
10
10
-
1
-
25
25
-
2
-
40
80
-
-
2
150
300
-
1
-
20
20
Jumlah
435
2 A


4 A


2 A
P = V . I
GRUP I = I = 
= 
= 1,9 Ampere
GRUP II = I = 
= 1,98 Ampere
DENAH TUGAS
Gambar single line diagram


Gambar pengawatan


Perhitungan
- Teras
Dik : P = 7 meter , L = 1,5 meter dan h = 2,3 meter
K= 0.53
Efisiensi penerangan (η)berdasarkan tabel untuk lampu pijar 50 Watt
K = 0,5 : η = 0,16 dan 0,6 : η = 0,19
Efisiensi penerangan untuk K = 0,53 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di butuhkan
- Kamar 1 dan 2
Dik : P = 5,5 meter , L = 4 meter dan h = 2,3 meter
= 1,006
Efisiensi penerangan (η) berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu TL 4 x 40 W
K = 1 : η = 0,34 dan 1,2 : η = 0,37
Efisiensi penerangan untuk K = 1,006 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di butuhkan
- Kamar 3 dan 4
Dik : P = 4 meter , L = 3 meter dan h = 2,3 meter
= 0,745
Efisiensi penerangan (η) berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu TL 4 x 40 W
K = 0,6 : η = 0,22 dan 0,8 : η = 0,29
Efisiensi penerangan untuk K = 0,745 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di butuhkan
- Ruang tamu
Dik : P = 4,5 meter , L = 7 meter dan h = 2,3 meter
= 1,19
Efisiensi penerangan (η) berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu TL 3 x 40 W
K = 1 : η = 0,34 dan 1,2 : η = 0,37
Efisiensi penerangan untuk K = 1,19 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di butuhkan
- Ruang keluarga
Dik : P = 6 meter , L = 3 meter dan h = 2,3 meter
= 0,869
Efisiensi penerangan (η) berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu TL 2 x 40 W
K = 0,8 : η = 0,29 dan 1 : η = 0,34
Efisiensi penerangan untuk K = 0,869 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di butuhkan
- Ruang dapur
Dik : P = 10 meter , L = 4 meter dan h = 2,3 meter
= 1,24
Efisiensi penerangan (η) berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu TL 4 x 40 W
K = 1,2 : η = 0,37 dan 1,5 : η = 0,41
Efisiensi penerangan untuk K = 0,869 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di butuhkan
- Kamar wc pada kamar
Dik : P = 2 meter , L = 1,5 meter dan h = 2,3 meter
= 0,372
Efisiensi penerangan (η) berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu pijar 50 Watt
K = 0,3 : η = 0,16 dan 0,5 : η = 0,19
Efisiensi penerangan untuk K = 0,869 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di butuhkan
- Kamar wc pada dapur
Dik : P = 2 meter , L = 2 meter dan h = 2,3 meter
= 0,43
Efisiensi penerangan (η)berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu pijar50 Watt.
K = 0,4 : η = 0,16 dan 0,5 : η = 0,19
Efisiensi penerangan untuk K = 0,869 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di butuhkan
II.3. Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan instalasi listrik maka kami dapat menarik kesimpulan yaitu :
1. Dalam proses pemasangan instalasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :
o Pemasangan instalasi
o Pembacaan gambar
o Pemilihan alat dan bahan
2. Pada pembagian grup diusahakan agar dayanya seimbang atau maksimal berbeda 30 Watt antara grup yang satu dengan grup yang lain.
3. Setelah kami melakukan praktikum instalasi ini, kami dapat mengetahui fungsi dari masing-masing saklar.
DAFTAR PUSTAKA
Penuntun Praktikum Instalasi Listrik, Laboratorium Transmisi Dan Tegangan Tinggi, Makassar 2010.
Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), Yayasan PUIL, Jakarta 2000.
F. Suryatmo, 1998, Teknik Listrik Instalasi Penerangan, Bineka Cipta, Jakarta.
Kusnandar, A., 2000, Pemasangan Dasar Instalasi Listrik, Armico, Bandung