BAB II
INSTALASI DOMESTIK
II.1 Percobaan
Instalasi Penerangan Dasar
II.1.1 Tujuan
Percobaan
Untuk mengetahui atau
mempelajari cara kerja instalasi penerangan dasar.
II.1.2. Teori Singkat
Instalasi berasal dari kata installation
yang berarti pemasangan. Dalam teknik listrik instalasi mempunyai pengerian
yaitu, jaringan perlengkapan yang membangkitkan, mengatur, dan membagikan
tenaga listrik. Dalam jaringan instalasi listrik ini diperlukan adanya
penghantar (kawat / kabel), alat kontrol, alat pengaman, dan lain-lain.
Instalasi listrik dibagi atas beberapa
bagian antara lain menurut penggunaannya, misalnya instalasi untuk penerangan
atau cahaya, instalasi tenaga, instalasi komunikasi, dan instalasi khusus.
Mengenai instalasi penerangan atau cahaya, yaitu sisitem satu fasa dengan
menggunakan tegangan 220 Volt. Instalasi ini selain untuk keperluan penerangan
juga unruk keperluan lain dalam rumah tangga misalnya untuk memberi daya
listrik pada alat / pesawat seperti televisi, setrika, radio, ventilator, dan
lain-lain.
Pada teknik instalasi kita harus mengetahui
standarisasi dan peraturan yang berlaku dalam teknik ketenagalistrikan. Adapun
tujuan dari standarisasi ialah untuk mencapai keseragaman, antara lain
mengenai:
a. Ukuran,
bentuk, dan mutu barang.
b. Cara
kerja, dan cara menggambar.
Dengan makin rumitnya konstruksi dan makin meningkatnya jumlah dan jenis barang
yang dihasilkan, standarisasi menjadi suatu keharusan.
Standarisasi membatasi
jumlah jenis bahan dan barang, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
kesalahan. Standarisasi juga mengurangi pekerjaan tangan maupun pekerjaaan
otak. Dengan tecapainya standarisasi, mesin-mesin dan alat-alat dapat
dipergunakan secara baik dan lebih efisien, sehingga dapat mengurangi harga
pokok dan meningkatkan mutu.
Ada dua organisasi internasional yang
bergerak di bidang standarisasi, yaitu :
1. “ International
Electrotechnical Commission “ (IEC) untuk bidang teknik listrik, dan
2. “ International
Organisation for Standardization “ (ISO) untuk bidang-bidang lainnya.
Sekretariat kedua organisasi ini berada di Geneva, dan
mereka bekerja sama dengan erat.
Organisasi-organisasi tersebut menerbitkan
publikasi-publikasi yang disebut standar atau norma. Untuk teknik listrik
dikenal norma-norma IEC. Norma-norma ini ditulis dalam dua bahasa, yaitu bahasa
Perancis dan bahasa Inggris.
IEC juga menerbitkan publikasi-publikasi bersama dengan CEE
(International Commission on Rules for the Approval of Electrical Equipment).
CEE ini merupakan suatu panitia internasional untuk segi-segi keamanan
peralatan listrik.
Perbedaan antara norma-norma nasional menghambat perdagangan
internasional. Untuk memecahkan persoalan ini di bidang teknik listrik,
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) telah membentuk suatu panitia yang disebut
dengan CENELCOM (Comitee Europeen des Normes Electriques des Etats Membres de
la Communaute Economique Europeenne).
Pada satu sisi, dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari, kita sangat membutuhkan daya listrik, namun
pada sisi lain, listrik sangat membahayakan keselamatan kita kalau tidak
dikelola dengan baik. Sebagian besar orang pernah mengalami / merasakan
sengatan listrik, dari yang hanya merasa terkejut saja sampai dengan yang
merasa sangat menderita. Oleh karena itu, untuk mencegah dari hal-hal yang
tidak diinginkan, kita perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya listrik
dan jalan yang terbaik adalah melalui peningkatan pemahaman terhadap sifat
dasar kelistrikan yang kita gunakan.
II.1.2.1 Bahaya
Listrik
Bahaya listrik
dibedakan menjadi dua, yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder.
Bahaya primer adalah bahaya-bahaya yang disebabkan oleh listrik secara
langsung, seperti bahaya sengatan listrik dan bahaya kebakaran atau ledakan .
Sedangkan bahaya sekunder adalah bahaya-bahaya yang diakibatkan listrik secara
tidak langsung. Namun bukan berarti bahwa akibat yang ditimbulkannya lebih
ringan dari yang primer.
II.1.2.2 Bahaya
Listrik bagi Manusia
II.1.2.2.1 Dampak
sengatan listrik bagi manusia
Dampak sengatan
listrik antara lain adalah:
Ø Gagal kerja jantung
(Ventricular Fibrillation), yaitu berhentinya denyut jantung atau denyutan yang
sangat lemah sehingga tidak mampu mensirkulasikan darah dengan baik.Untuk
mengembalikannya perlubantuan dari luar.
Ø Gangguan pernafasan
akibat kontraksi hebat (suffocation) yang dialami oleh paru-paru.
Ø Kerusakan sel tubuh
akibat energy listrik yang mengalir di dalam tubuh.
Ø Terbakar akibat efek
panas dari listrik.
II.1.2.2.2 Tiga
faktor penentu tingkat bahaya listrik
Ada tiga faktor yang menentukan tingkat bahaya listrik bagi
manusia, yaitu tegangan (V), arus (I)dan tahanan (R). Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi
antara satu dan lainnya yang ditunjukkan dalam hukum Ohm.
Tegangan (V) dalam satuan volt (V) merupakan tegangan sistem
jaringan listrik atau sistem tegangan pada peralatan. Arus (I) dalam satuan
ampere (A) atau mili amper (mA) adalah arus yang mengalir dalam rangkaian, dan
tahanan (R) dalam satuan Ohm, kilo Ohm atau mega Ohm adalah nilai tahanan atau
resistansi total saluran yang tersambung pada sumber tegangan listrik. Sehingga
berlaku:
|
Gambar. 1 Segitiga
tegangan, arus, dan Tahanan
|
Gambar 2 Tubuh manusia bagian darirangkaian
Ru1 = Tahanan
penghantar
RKi = Tahanan tubuh
Ru2 = Tahanan
penghantar
Rk = Tahanan total
Rk =Ru1 + RKi + Ru2
Bila dalam hal ini, titik perhatiannya pada unsur manusia, maka
selain kabel (penghantar), sistem pentanahan, dan bagian dari peralatan lain,
tubuh kitatermasuk bagian dari tahanan rangkaian tersebut
Tingkat bahaya listrik bagi manusia, salah satu faktornya
ditentukan oleh tinggi rendah arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh kita.
Sedangkan kuantitas arus akan ditentukan oleh tegangan dan tahanan tubuh
manusia serta tahanan lain yang menjadi bagian dari saluran. Berarti peristiwa
bahaya listrik berawal dari sistem tegangan yang digunakan untuk mengoperasikan
alat. Semakin tinggi sistem tegangan yang digunakan, semakin tinggi pula
tingkat bahayanya. Jaringan listrik tegangan rendah di Indonesia mempunyai
tegangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.5. dan sistem tegangan yang
digunakan di Indonesia adalah: fasa-tunggal 220 V, dan fasa-tiga 220/380 V
dengan frekuensi 50 Hz. Sistem tegangan ini sungguh sangat berbahaya bagi
keselamatan manusia.
|
(a) Fasa-Tunggal
|
(b) Fasa-Tiga
Gambar 3 Sistem tegangan rendah diIndonesia
II.1.2.2.3 Proses Terjadinya Sengatan Listrik.
Ada dua cara listrik
bisa menyengat tubuh kita, yaitu melalui sentuhan langsung dan tidak langsung.
Bahaya sentuhan langsung merupakan akibat dari anggota tubuh bersentuhan
langsung dengan bagian yang bertegangan sedangkan bahaya sentuhan tidak
langsung merupakan akibat dari adanya tegangan liar yang terhubung ke bodi atau
selungkup alat yang terbuat dari logam (bukan bagian yang bertegangan) sehingga
bila tersentuh akan mengakibatkan sengatan listrik. Memberikan ilustrasi
tentang kedua bahaya ini.
(a) Sentuhan Langsung
b) Sentuhan Tak Langsung
Gambar 4 Jenis
Bahaya Listrik
II.1.2.2.4 Tiga
faktor penentu keseriusan akibat sengatan listrik.
Ada tiga faktor yang
menentukan keseriusan sengatan listrik pada tubuh manusia, yaitu: besar
arus,lintasan aliran, dan lama sengatan pada tubuh. Besar
arus listrik. Besar arus yang mengalir dalam tubuh akan
ditentukan oleh tegangan dan tahanan tubuh. Tegangan
tergantung sistem tegangan yang digunakan , sedangkan tahanan tubuh manusia
bervariasi tergantung pada jenis, kelembaban/moistur kulit dan faktor-faktor
lain seperti ukuran tubuh, berat badan, dan lain sebagainya.
Tahanan kontak kulit bervariasi dari 1000 kΩ (kulit
kering) sampai 100 kΩ (kulit basah). Tahanan dalam (internal) tubuh
sendiri antara 100 – 500 Ω.
Contoh:
Jika tegangan sistem
yang digunakan adalah 220 V, berapakah kemungkinan arus yang mengalir ke dalam
tubuh manusia?
Ø Kondisi terjelek:
o Tahanan tubuh adalah tahanan kontak kulit di
tambah tahanan internal tubuh, (Rk)=100 Ω +100 Ω = 200 Ω.
o Arus yang mengalir ke tubuh: I = V/R = 220
V/200 Ω = 1,1 A
Ø Kondisi terbaik:
o Tahanan Tubuh Rk= 1000 k Ω
o I = 220 V/1000 k Ω = 0,22 mA.
Lintasan
aliran arus dalam tubuh
Lintasan arus listrik dalam tubuh juga akan sangat menentukan
tingkat akibat sengatan listrik. Lintasan yang sangat berbahaya adalah yang
melewati jantung, dan pusat saraf (otak). Untuk menghindari kemungkinan
terburuk adalah apabila kita bekerja pada system kelistrikan, khususnya yang
bersifat ONLINE adalah sebagai berikut:
Ø gunakan topi isolasi
untuk menghindari kepala dari sentuhan listrik,
Ø gunakan sepatu yang
berisolasi baik agar kalau terjadi hubungan listrik dari anggota tubuh yang
lain tidak mengalir ke kaki agar jantung tidak dilalui arus listrik,
Ø gunakan sarung tangan
isolasi minimal untuk satu tangan untuk menghindari lintasan aliran ke jantung
bila terjadi sentuhan listrik melalui kedua tangan. Bila tidak, satu tangan
untuk bekerja sedangkan tangan yang satunya dimasukkan ke dalam saku.
Lama
waktu sengatan
Lama waktu sengatan listrik ternyata sangat menentukan kefatalan
akibat sengatan listrik. Penemuan faktor ini menjadi petunjuk yang sangat
berharga bagi pengembangan teknologi proteksi dan keselamatan listrik. Semakin
lama waktu tubuh dalam sengatan semakin fatal pengaruh yang diakibatkannya.
Oleh karena itu, yang menjadi ekspektasi dalam pengembangan membatasi
sengatan agar dalam waktu sependek mungkin.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh besar dan
lama waktu arus sengatan terhadap tubuh, ditunjukkan pada Gambar diatas.
Dalam gambar ini diperlihatkan bagaimana pengaruh sengatan listrik terhadap
tubuh, khususnya yang erkait dengan dua faktor, yaitu besar dan lama arus
listrik mengalir dalam tubuh.
Arus sengatan pada daerah 1 (sampai 0,5 mA) merupakan daerah
aman dan belum terasakan oleh tubuh (arus mulai terasa 1-8 mA).
Daerah 2, merupakan daerah yang masih aman walaupun sudah
memberikan dampak rasa pada tubuh dari ringan sampai sedang walaupun masih
belum menyebabkan gangguan kesehatan.
Daerah 3 sudah berbahaya bagi manusia karena akan menimbulkan
kejang-kejang/kontraksi otot dan paruparu sehingga menimbulkan gangguan
pernafasan.
Daerah 4 merupakan daerah yang sangat memungkinkan menimbulkan
kematian si penderita.
|
Gambar 5 karakteristik
pengaman terhadap bahaya listrik.
Dalam gambar tersebut
juga ditunjukkan karakteristik salah satu pengaman terhadap bahaya sengatan
listrik, di mana ada batasan kurang dari 30 mA dan waktu kurang dari 25 ms. Ini
akan dibahas lebih lanjut pada bagian proteksi.
Gambar 6 Reaksi
Tubuh terhadap Sengatan Listrik
II.1.2.2.5 Kondisi-kondisi berbahaya
Banyak penyebab bahaya
listrik yang ada dan terjadi di sekitar kita, di antaranya adalah isolasi kabel
rusak, bagian penghantar terbuka, sambungan terminal yang tidak kencang.
Isolasi kabel yang rusak merupakan akibat dari sudah terlalu tuanya kabel
dipakai atau karena sebab-sebab lain (teriris, terpuntir, tergencet oleh benda
berat dll), sehingga ada bagian yang terbuka dan kelihatan penghantarnya atau
bahkan ada serabut hantaran yang menjuntai. Ini akan sangat berbahaya bagi yang
secara tidak sengaja menyentuhnya atau bila terkena ceceran air atau
kotoran-kotoran lain bisa menimbulkan kebakaran.
Penghantar yang terbuka biasa terjadi pada daerah titik-titik
sambungan terminal dan akan sangat membahayakan bagi yang bekerja pada daerah
tersebut, khususnya dari bahaya sentuhan langsung.
|
(a) Kabel terkelupas
(b) Konduktor yang terbuka
Sambungan listrik yang
kendor atau tidak kencang, walaupun biasanya tidak membahayakan terhadap
sentuhan, namun akan menimbulkan efek pengelasan bila terjadi gerakan atau
goyangan sedikit. Ini kalau dibiarkan akan merusak bagian sambungan dan sangat
memungkinkan menimbulkan potensi kebakaran.
|
(c) isolasi kabel yang sudah pecah
Gambar 7 Contoh-contoh penyebab bahaya Listrik.
II.1.2.2.6 Sistem Pengamanan terhadap Bahaya Listrik
Sistem pengamanan
listrik dimaksudkan untuk mencegah orang bersentuhan baik langsung maupun tidak
langsung dengan bagian yang beraliran listrik
II.1.2.2.6.1 Pengamanan terhadap sentuhan langsung
Ada banyak cara /
metoda pengamanan dari sentuhan langsung seperti yang akan dijelaskan berikut
ini.
Ø Isolasi pengaman yang
memadai. Pastikan bahwa kualitas isolasi pengaman baik, dan dilakukan
pemeriksaan dan pemeliharaan dengan baik. Memasang kabel sesuai dengan
peraturan dan standard yang berlaku.
|
Gambar 8 Pengamanan dengan isolasi Pengaman
Ø Menghalangi akses atau kontak langsung
menggunakan enklosur, pembatas, penghalang.
Gambar 9 Pengamanan dengan Pemagaran
Ø Menggunakan
peralatan INTERLOCKING. Peralatan ini biasa di pasang pada
pintu-pintu. Ruangan yang di dalamnya terdapat peralatan yang erbahaya.
Jika pintu dibuka, semua aliran listrik ke peralatan terputus (door switch).
II.1.2.2.6.2 Pengaman terhadap tegangan sentuh (tidak
langsung)
Pentanahan merupakan salah satu cara konvensional untuk mengatasi
bahaya tegangan sentuh tidak langsung yang dimungkinkan terjadi pada bagian
peralatan yang terbuat dari logam. Untuk peralatan yang mempunyai selungkup /
rumah tidak terbuat dari logam tidak memerlukan sistem ini. Agar sistem ini
dapat bekerja secarabefektif maka baik dalam pembuatannya maupun hasil yang
dicapai harus sesuai dengan standard.
Ada 2 hal yang dilakukan oleh system pentanahan, yaitu (1)
menyalurkan arus dari bagian-bagian logam peralatan yang teraliri arus listrik liar
ke tanah melalui saluran pentanahan, dan (2) menghilangkan beda potensial
antara bagian logam peralatan dan tanah sehingga tidak membahayakan bagi yang
menyentuhnya.
Berikut ini contoh
potensi bahaya tegangan sentuh tidak langsung dan pengamanannya.
Tegangan
sentuh (tidak langsung)
Peralatan yang digunakan menggunakan sistem tegangan fasa-satu,
dengan tegangan antara saluran fasa (L) dan netral (N) 220 V. Alat tersebut
menggunakan sekering 200 A. Bila terjadi arus bocor pada selungkup/ rumah
mesin, maka tegangan/beda potensial antara selungkup mesin dan tanah sebesar
220 V. Tegangan sentuh ini sangat berbahaya bagi manusia. Bila selungkup yang
bertegangan ini tersentuh oleh orang maka akan ada arus yang mengalir ke tubuh
orang tersebut.
|
Gambar 10 Kondisi tegangan sentuh pada mesin
Pengamanan dari tegangan sentuh dilakukan dengan membuat saluran
pentanahan seperti yang ditunjukkan pada Gambar diatas. Saluran pentanahan ini
harus memenuhi standard keselamatan, yakni mempunyai tahanan pentanahan tidak
lebih dari 0,1 Ω.
Jika tahanan saluran
pentanahan sebesar 0,1 Ω, dan arus kesalahan 200 A, maka kondisi tegangan
sentuh akan berubah menjadi:
V = I.R
= 200.01
= 20 V
Bila tegangan ini
tersentuh oleh orang maka akan mengalir arus ke tubuh orang tersebut maksimum
sebesar:
I = V /
Rk……………………………………………………….
Ø Kondisi terjelek, Rk
min= 200 Ω, maka I = 20/200 Ω =
0,1 A atau 100 mA
Ø Kondisi terbaik, Rk
maks = 1000 k Ω maka I = 20
/ 1.000.000 = 0,00002 A atau 0,02 mA
Berdasarkan hasil perhitungan ini terlihat demikian berbedanya
tingkat bahaya tegangan sentuh antara yang tanpa pentanahan dan dengan
pentanahan. Dengan saluran pentanahan peralatan jauh lebih aman. Karena itu
pulalah, saluran pentanahan ini juga disebut saluran pengaman.
Walaupun begitu, untuk menjamin keefektifan saluran pentanahan,
perlu diperhatikan bahwa
sambungan-sambungan harus dilakukan secara sempurna.
Ø Setiap sambungan harus
disekrup secara kuat agar hubungan kelistrikannya bagus guna memberikan
proteksi yang baik;
Ø Kabel dicekam kuat
agar tidak mudah tertarik sehingga kabel dan sambungan tidak mudah bergerak.
Dengan kondisi
sambungan yang baik menjamin koneksi pentanahan akan baik pula dan bisa
memberikan jaminan keselamatan bagi orang-orang yang mengoperasikan peralatan
yang sudah ditanahkan.
(a)
|
(c)
Gambar 11 Pengawatan
kabel pentanahan.
Keterangan gambar.
(a) Koneksi
(b) Hubungan alat dan
pengguna
(c) Aliran arus.
II.1.2.2.7 Alat Proteksi Otomatis
Pada saat ini sudah
banyak dijumpai alat-alat proteksi otomatis terhadap tegangan sentuh. Peralatan
ini tidak terbatas pada pengamanan manusia dari sengatan listrik, namun
berkembang lebih luas untuk pengamanan dari bahaya kebakaran.
II.1.2.2.7.1 Jenis-jenis alat proteksi otomatis
Jenis-jenis alat
proteksi yang banyak dipakai, antara lain adalah: Residual Current Device
(RCD), Earth Leakage Circuit Breaker (ELCB) dan Ground Fault Circuit
Interruptor (GFCI). Walaupun berbeda-beda namun secara prinsip adalah sama.
Yakni, alat ini akan bekerja/aktif bila mendeteksi adanya arus bocor ke tanah.
Karena kemampuan itulah, arus bocor ini dianalogikan dengan arus sengatan
listrik yang mengalir pada tubuh manusia.
II.1.2.2.7.2 Prinsip kerja alat pengaman otomatis
Gambar 2.15
menunjukkan gambaran fisik sebuah RCD untuk sistem fasatunggal dan diagram
skemanya. Prinsip kerja RCD dapat dijelaskan sebagai berikut.
Perhatikan gambar
diagram skematik Gambar diatas.
Iin : arus masuk
Iout : arus
keluar
IR1 : arus
residual yang mengalir ke tubuh
IR2 : arus
residual yang mengalir ke tanah
Min : medan
magnet yang dibangkitkan oleh arus masuk
Mout : medan
magnet yang dibangkitkan oleh arus keluar.
Dalam keadaan terjadi
arus bocor :
o arus keluar lebih kecil dari arus masuk, Iout
<>
o arus residu mengalir keluar setelah melalui
tubuh manusia atau tanah;
o karena Iin>Iout maka Min>Mout
o akibatnya, akan timbul ggl induksi pada koil
yang dibelitkan pada toroida.
o ggl induksi mengaktifkan peralatan pemutus
rangkaian.
|
(a)
|
(b)
Gambar 12 Contoh pengaman otomatis
(a) Gambaran fisik RCD
(b) diagram skematik
RCD
Skema diagram untuk
sistem fasa tiga ditunjukkan pada Gambar dibawah. Prinsip kerja pengaman
otomatis untuk sistem fasa tiga ditunjukkan pada Gambar dibawah. Bila
tidak ada arus bocor (ke tanah atau tubuh manusia) maka jumlah resultant arus
yang mengalir dalam keempat penghantar sama dengan nol. Sehingga trafo arus
(CT) tidak mengalami induksi dan trigger elektromagnet tidak aktif. Dalam hal
ini tidak terjadi apa-apa dalam sistem.
|
(a)
|
(b)
|
(c)
(a) Diagram rangkaian
(b) Pemasangan pada
beban (lokal)
(c) Pemasangan
Terpusat
Gambar 13 RCD/ELCB Fasa-Tiga.
Namun sebaliknya bila ada arus bocor, maka jumlah resultant arus
tidak sama dengan nol, CT menginduksikan tegangan dan mengaktifkan trigger
sehingga alat pemutus daya ini bekerja memutuskan beban dari sumber (jaringan).
Gambar b dan c memperlihatkan pemakaian CRD/ELCB. Bila pengamanan untuk
satu jenis beban saja maka RCD dipasang pada saluran masukan alat saja.
Sedangkan bila pengamanan untuk semua alat/beban dan saluran, maka alat
pengaman dipasang pada sisi masukan/sumber semua beban. Mana yang terbaik,
tergantung dari apa yang diinginkan. Kalau keinginan pengamanan untuk semua rangkaian,
Gambar bagian c yang dipilih. Namun perlu dipertimbangkan aspek
ekonomisnya, karena semakin besar kapasitas arus yang harus dilayani maka harga
alat akan semakin mahal pula walaupun dengan batas arus keamanan (bocor) yang
sama.
Untuk alat-alat yang
dipasang di meja, cukup dengan arus pengamanan DIn= 30 mA. Untuk alat-alat yang pemakaiannya
menempel ke tubuh (bath tube, sauna, alat pemotong jenggot, dll) digunakan alat
pengaman dengan arus lebih rendah, yaitu DIn = 10 mA. Untuk
pengamanan terhadap kebakaran (pemasangan terpusat) dipasang dengan DIn= 500
mA.
II.1.2.2.8 Pengaman pada peralatan portabel
Metode pengamanan peralatan listrik portabel dibedakan menjadi 2
kelas, yaitu Alat Kelas I dan Kelas II. Sedangkan untuk alat-alat mainan dikategorikan
Alat Kelas III.
Alat Kelas
I adalah alat listrik yang pengamanan terhadap
sengatan listrik menggunakan saluran pentanahan (grounding). Alat ini mempunyai
selungkup (casing) yang terbuat dari logam.
Alat Kelas
II adalah alat listrik yang mempunyai isolasi ganda, di mana selungkup
atau bagian-bagian yang tersentuh dalam
pemakaiannya terbuat dari bahan isolasi. Pada alat kelas ini tidak diperlukan
saluran pentanahan. Berikut ini adalah contoh alat yang termasuk Kelas I dan
Kelas II.
|
Gambar 14 Contoh klasifikasi pengamanan alat portabel
II.1.3 Alat-alat
yang digunakan
a. Sakelar satu kutub
(tunggal) f. Lampu pijar
b. Sakelar seri (deret) g. Sekring /
MCB 1 fasa
c. Stop kontak (kotak kontak) h. KWH
meter 1 fasa
d. Fitting i. kabel NYA 2,5/1,5mm
e. Lampu TL
II.I.4 Prosedur
Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memperhatikan gambar percobaan
3. Membuat skema atau rangkaian pengawatan
instalasi listrik
4. Membuat hubungan seperti pada gambar
percobaan, pengawatan dimulai dari komponen sampai menuju ke beban. Dengan
tidak memasukkan dahulu tegangan ke peralatan/bahan.
5. Memperhatikan warna kabel, kabel fasa ditandai
dengan kabel berwarna merah, kuning dan biru. Kabel netral ditandai dengan
kabel berwarna hitam, agar memudahkan pelaksanaan dan tata tertib instalasi.
6. Memasukkan sumber tegangan satu fasa dengan
menaikkan sekring/MCB untuk menguji rangkaian pengawatan instalasi listrik.
7. Mengulangi prosedur percobaan dengan rangkaian
pengawatan lain.
II.2 Percobaan
Penerangan Domestik
II.2.1 Tujuan
Percobaan
Untuk mengetahu atau
mempelajari cara kerja instalasi penerangan domestik.
II.2.2 Teori
Singkat
II.2.2.1 Pengertian.
Instalasi listrik domestik adalah instalasi listrik di dalam
bangunan yang dijadikan tempat tinggal. Untuk pemasangan suatu instalasi
listrik lebih dahulu harus dibuat gambar-gambar rencananya berdasarkan denah
bangunan, dimana instalasinya akan dipasang. Juga spesifikasi dan syarat-syarat
yang harus dipenuhi pihak pemborong, antara lain mengenai pelaksanaannya,
material yang harus digunakan, waktu penyerahannya, dan sebagainya.
Gambar-gambarnya harus jelas, mudah dibaca dan dimengerti.
Gambar denah bangunannya biasanya disederhanakan. Dinding-dindingnya digambar
dengan garis tunggal, agak tipis. Saluran-saluran listriknya, karena lebih
penting, digambar lebih tebal. Supaya gambarnya rapi, harus dipilih tebal garis
yang tepat.
Menurut ayat 401 B3,
gambar-gambar yang diperlukan ialah:
a. Gambar situasi, untuk
menyatakan letak bangunan, dimana instalasinya akan dipasang, serta rencana
penyambungannya dengan jaringan PLN.
b. Gambar Instalasi,
meliputi :
· Rencana penempatan
semua peralatan listrik yang akan dipasang dan sarana pelayanannya, misalnya
titik lampu sakelar, kontak-kontak, perlengkapan hubung-bagi, dan sebagainya;
· Rencana penyambungan
peralatan listrik dengan alat pelayanannya, misalnya antara lampu dan
sakelarnya, motor dan pengasutnya, dan sebagainya;
· Hubungan antara
peralatan listrik dan saran pelayanannya dengan perlengkapan hubung bagi yang
bersangkutan;
· Data teknis yang
penting dari setiap peralatan listrik yang akan di pasang.
c. Diagram instalasi
garis tunggal, meliputi:
· Diagram perlengkapan
hubung-bagi, dengan keterangan mengenai ukuran atau daya nominal setiap
komponennya;
· Keterangan mengenai
beban yang terpasang dan pembagiannya;
· Ukuran dan jenis
hantaran yang akan digunakan;
· Sistem pentanahannya
d. Gambar perincian atau
keterangan yang diperlukan, meliputi misalnya:
· Perkiraan ukuran fisik
perlengkapan hubung-baginya;
· Cara pemasangan
alat-alat listriknya;
· Cara pemasangan
kabelnya
· Cara kerja instalasi
kontrolnya, kalau ada
II.2.2.1.1 Pengawasan
dan Tanggung Jawab
Pengawasan pemasangan
instalasi listrik dan tanggung jawab perencana dan pelaksana pekerjaannya
diatur dengan pasal 910. Antara lain ditentukan sebagai berikut:
· Setiap pemasangan
instalasi listrik harus mendapat izin dari instansi yang berwenang, umumnya
dari cabang PLN setempat.
· Penanggung jawab
pekerjaan instalasi harus diawasi seorang yang ahli, berilmu pengetahuan,
berpengalaman dalam pekerjaan instalasi listrik dan memilih izin dari instansi
yang berwenang.
· Pekerjaan pemasangan
instalasi listrik harus dilaksanakan oleh orang-orang yang berpengetahuan dan
berpengalaman tentang listrik, dan dalam keadaan sehat.
· Pemasangan instalasi
listrik yang selesai dikerjakan, harus dilaporkan secara tertulis kepada badan
pemeriksa (umumnya PLN setempat) untuk diperiksa dan diuji.
· Setelah dinyatakan
baik secara tertulis badan pemeriksa, dan sebelum diserahkan kepada pemilik
atau pemesan, instalasinya harus dicoba dahulu dengan tegangan dan arus kerja
penuh selama waktu yang cukup lama dan semua peralatan harus dicoba.
· Perencana suatu
instalasi listrik bertanggung jawab atas rencana yang telah dibuatnya.
· Pelaksana pekerjaan
pemasangan instalasi listrik bertanggung jawab atas pekerjaannya selama batas
waktu tertentu. Jika terjadi suatu kecelakaan karena kesalahan pemasangan, maka
ia bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.
Pemeriksaan dan
pengujian instalasi listrik meliputi antara lain:
· Tanda-tanda;
· Peralatan listrik yang
dipasang
· Cara pemasangannya
· Polaritas (harus
sesuai dengan pasal 206)
· Pentanahan (diuji
sesuai pasal 333)
· Tahanan isolasi (diuji
sesuai pasal 215 dan pasal 334)
· Kontinuitas rangkaian
II.2.2.3 Cahaya
Cahaya merupakan satu bagian dari berbagai jenis gelombang
elektromagnetis yang terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki panjang
dan frekuensi tertentu, yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya
lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya. Cahaya dipancarkan dari suatu benda
dengan fenomena – fenomena seperti pijar padat dan cair, muatan listrik, electro
luminescence,photoluminescence.
Urutan jenis-jenis radiasi elektromagnetis pada spektrum
gelombang elektromagnetis, mulai dari panjang gelombang terpendek adalah
sinar cosmic, sinar gama, sinar-x, radiasi vacuum
ultraviolet, radiasi ultraviolet, cahaya tampak, radiasi
infrared, gelombang radar, gelombang televisi, gelombang radio, gelombang
transmisi daya.
Cahaya tampak, seperti yang dapat dilihat pada spektrum
elektromagnetik, menyatakan gelombang yang sempit diantara cahaya ultraviolet (UV)
dan energy inframerah (panas). Penelitian menunjukkan bahwa 80% informasi yang
diterima oleh otak dikirim melalui mata, dan mata dapat melakukan proses ini
karena adanya cahaya, baik itu cahaya alami yaitu sinar matahari langsung (daylight)
atau cahaya matahari yang dipantulkan oleh bulan (moonlight) maupun
cahaya buatan (artificial light). Gelombang cahaya tersebut mampu
merangsang retina mata, yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut
pandangan. Oleh karena itu, penglihatan memerlukan mata yang berfungsi dan
cahaya yang nampak.
Gambar 15 Spektrum
Cahaya
II.2.2.4 Pencahayaan
Dalam merencanakan atau melakukan penelitian terhadap kualitas
pencahayaan suatu ruangan, harus diperhatikan beberapa kriteria dasar agar
didapatkan tingkat pencahayaan yang baik dan mata dapat melihat dengan jelas
dan nyaman. Kriteria-kriteria ini saling mempengaruhi dan tidak dapat berdiri
sendiri karena masing-masing saling mempengaruhi dalam menghasilkan kualitas
pencahayaan yang optimal (Dharmasetiawan dan Puspakesuma,1991).
Kriteria-kriteria yang
harus dipenuhi itu adalah :
1 Kuantitas atau jumlah
cahaya pada suatu permukaan tertentu (lighting level) atau tingkat
tingkat pencahayaan (illuminasi).
2 Distribusi kepadatan
cahaya (luminance distribution).
3 Pembatasan agar cahaya
tidak menyilaukan mata (limitation of glare).
4 Arah pencahayaan dan
pembentukan bayangannya (light directionally and shadows).
5 Warna cahaya dan
refleksi warnanya (light colour dan colour rendering).
6 Kondisi dan iklim ruangan.
II.2.2.4.1 Tingkat
Pencahayaan / illuminasi.
Satu objek yang pada
siang hari dengan mudah dapat dilihat, dapat saja tidak terlihat pada malam
hari karena mata kita bergantung kepada tingkat pencahayaan yang jatuh pada
suatu benda. Tingkat pencahayaan (illuminasi)sebagian besar ditentukan oleh
tingkat pencahayaan yang jatuh pada suatu luas bidang atau permukaan dan
dinyatakan sebagai illuminasi rata-rata. Illuminasi rata- rata
dalam lux adalah jumlah fluks cahaya yang jauh pada area
pencahayaan (∅) dalam satuan lumen
(lm) dibagi dengan luas bidang (A) dalam satuan m2. Atau bila dituliskan dalam
bentuk rumus :
Dimana
E : tingkat
pencahayaan (lux)
Θ : total
fluks cahaya pada area encahayaan (lumen)
A : luas permukaan
A : luas permukaan
|
Gambar 16 Tingkat pencahayaan pada suatu permukaan
Tingkat pencahayaan
pada suatu ruangan, tergantung pada jenis kegiatanyang dilakukan.
Kegiatan-kegiatan yang memerlukan ketelitian dan konsentrasi serta dukungan
cahaya yang tinggi memerlukan penerangan dengan tingkat pencahayaan yang tinggi
pula. Tingkat pencahayaan tersebut memiliki standar minimum yang
direkomendasikan, salah satunya standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi
Nasional Indonesia yaitu SNI 03-6575-2001.
II.2.2.4.2 Distribusi
Kepadatan Cahaya / Luminance Distribution.
Kepadatan cahaya atau luminasi (L) adalah ukuran kepadatan
radiasicahaya yang jatuh pada suatu bidang dan dipancarkan ke arah mata
sehingga matamendapatkan kesan bahwa benda tersebut jelas kelihatan atau
kesan bright. Dengan kata lain, kepadatan cahaya adalah intensitas
cahaya dari bidang tertentu (cd) dibagi dengan luas bidang (m2).
Rumus :
dimana :
L = Kepadatan Cahaya
I = Intensitas cahaya
per satuan sudut ruang (cd)
A = Luas Bidang (m2)
Semakin tinggi
kepadatan cahaya suatu permukaan maka semakin terang pula permukaan itu tampak
oleh mata. Biarpun tingkat kepadatan cahaya suatu permukaan sudah sesuai dengan
rekomendasi yang diminta, tetapi bila distribusi cahayanya tidak merata akan
menimbulkan kontras yang terlalu besar. Dengan demikian keharmonisan distribusi
cahaya harus tetap diperhatikan. Perbandingan yang ideal antara kepadatan
cahaya langit-langit, dinding dan lantai adalah tidak lebih besar dari 3 : 1,
dari angka kepadatan cahayanya, supaya didapatkan distribusi cahaya dalam
ruangan yang merata. Dalam hal ini perlu memilih armatur lampu yang tepat
sehingga kombinasinya dalam merefleksikan cahaya dalam ruangan juga memenuhi
standar.
II.2.2.4.3 Pembatasan
Agar Cahaya Tidak Menyilaukan Mata (Limitation Of Glare).
Silau terutama disebabkan oleh distribusi cahaya yang tidak
merata pada suatu permukaan, misalnya penempatan lampu yang terlalu dekat ke
bidang kerja akan menimbulkan refleksi permukaan bidang kerja yang cukup tinggi
akibatnya mata menjadi silau. Efek ini juga disebabkan oleh besarnya sumber
cahaya, kepadatan cahaya, semua sumber cahaya yang terdapat di depan sudut
penglihatan mata, dan perbedaan yang kontras antara permukaan yang gelap
dengan terang, misalnya jendela. Silau akan mengakibatkan daya penglihatan
berkurang, dapat menyebabkan keletihan pada mata, dan menurunkan semangat
belajar atau bekerja. Silau yang langsung diakibatkan oleh sumber cahaya buatan
dapat dihindari dengan memasang armatur pada lampu yang dilengkapi dengan
pelindung berupa optical
miror. Menurut Darmasetiawan dan Puspakesuma (1991), semua lampu yang
berada dalam sudut pandang mata sebesar 450, akan menimbulkan silau seperti
pada gambar.
Gambar 17. Sudut
Pandang Penglihatan Manusia
II.2.2.4.4 Arah
Pencahayaan dan Pembentukan Bayangannya (Light Directionally And Shadows)
Arah pencahayaan dan
pembentukan bayangan pada suatu benda dapat memberikan kesan yang berbeda bila
dilihat oleh mata karena informasi yang diteruskan ke otak tergantung pada arah
sumber cahaya yang mengenai benda itu, dan bayangan yang ditimbulkannya.
Distribusi pencahayaan dan susunan armature lampu yang tepat akan berpengaruh
pada bayangan yang ditimbulkan dimana akan sedikit bayangan yang timbul. Di
dalam ruangan untuk tempat kerja dan belajar, sebaiknya intensitas bayangan itu
cukup. Tidak terlalu berbayang-bayang karena akan mempengaruhi penglihatan, dan
sebaiknya juga tidak menghilangkan bayangan dalam ruang karena akan menimbulkan
kesan monoton dan membosankan, selain juga turut mempersulit penglihatan.
II.2.2.4.5 Warna
Cahaya dan Refleksi Warna (Light Colour And Colour Rendering)
Warna dari suatu benda
yang kita lihat adalah relatif, tergantung pada jenis dan warna
pencahayaan. Warna Cahaya yang dimaksudkan disini adalah cahaya yang
dipancarkan oleh suatu sumber cahaya yang memberikan kesan tertentu kepada
kita. Misalnya memberikan kesan putih dan dingin (cool white), atau
memberi kesan hangat (warm). Kesan ini timbul oleh karena sumber cahaya
memancarkan cahaya dengan suhu tertentu pada permukaan benda dan dipantulkan
kembali oleh benda ke mata, sehingga kita mendapatkan kesan warna yang
berbeda-beda. Menurut Darmasetiawan dan Puspakesuma (1991), warna cahaya dari
suatu sumber untuk pencahayaan di dalam ruangan dibagi atas tiga kelompok
:
Tabel Temperatur Warna dalam Ruangan
Warna Cahaya
|
Temperatur
|
Putih Siang Hari (daylight)
Putih Netral (cool white)
Putih Hangat (warm white)
|
6000 Kelvin
4000 Kelvin
3000 Kelvin
|
Colour Rendering (Ra)
atau Refleksi Warna
menunjukkan apakah suatu sumber cahaya bisa menampilkan warna sesuai dengan
warna aslinya. Colour Rendering mempunyai skala mulai dari
0%-100%. Semakin tinggi Colour Rendering suatu sumber cahaya
maka objek atau benda juga semakin mendekati warna aslinya. Salah satu
contoh sumber cahaya yang colour renderingnya paling tinggi adalah
Matahari (Ra = 100%), karena matahari bisa menampilkan warna asli dari suatu
objek atau benda.
II.2.2.4.6. Kondisi
dan iklim ruangan.
Kondisi dan iklim ruangan turut berpengaruh pada kuat
pencahayaan
namun hal tersebut
tergantung kepada keinginan pemilik ruangan. Kondisi ruangan disini maksudnya
lampu dapat menciptakan suasana ruangan yang sesuai dengan keinginan,
memberikan atmosfer yang menyenangkan kepada seluruh interior ruangan misalnya
warna cahaya, serta menciptakan suatu kondisi kerja yang nikmat dan aman.
Pencahayaan masa kini harus memenuhi fungsi sebagai penerangan yang baik,
meningkatkan kualitas dekorasi ruangan, memperhatikan segi keamanan pengguna
ruangan, dan memperhatikan segi ekonomis jangka
panjang, dan tidak
lupa juga fleksibilitas untuk perubahan tata letak sumber cahaya dimasa yang
akan datang.
II.2.2.4.7. Tingkat
Pencahayaan Yang Merata (Uniformity Of Illuminance)
Oleh Cayless &
Marsden (1983), dinyatakan bahwa tingkat pencahayaan
yang merata adalah
penting karena tiga hal, yaitu :
o Dapat mengurangi perbedaan variasi tingkat
pencahayaan dalam ruang dengan aktivitas sejenis misalnya kegiatan belajar
dalam ruang kelas.
o Kepadatan cahaya yang terlalu terkonsentrasi
dapat mempengaruhi kinerja dan kenyamanan visual dalam ruangan.
o Pencahayaan yang tidak merata membuat ruangan
kelihatan suram dan tidak nyaman membuat orang yang berada didalam ruangan
tersebut tidak betah untuk tinggal.
Perencanaan teknik pencahayaan atau penerangan dalam praktik
pada
umumnya bertujuan
untuk tercapainya tingkat pencahayaan yang merata pada seluruh bidang kerja.
Pencahayaan yang sepenuhnya merata memang tidak mungkin dalam praktik, tetapi
menurut Pritchard (1986) standar yang dapat diterima adalah tingkat pencahayaan
minimum serendah-rendahnya 80% dari rata- rata tingkat pencahayaan dalam ruang.
Artinya, bila tingkat pencahayaan rata- ratanya 100 lux, maka tingkat
pencahayaan dari semua titik di dalam ruangan harus 80 lux.
Besarnya tingkat
pencahayaan dalam ruangan untuk siang dan malam hari adalah sama. Yang berbeda
adalah jumlah lumen dari lampu yang dibutuhkan, karena siang hari cahaya buatan
dibantu oleh cahaya matahari sedang pada waktu malam tidak ada cahaya matahari.
Kuat Penerangan yang merata dapat dicapai jika memenuhi
ketentuan
pemasangan beberapa
buah lampu, berupa penentuan spacing criteria (SC), yaitu
perbandingan jarak antar dua buah pusat lampu yang berdekatan terhadap
jarak lampu ke bidang kerja. Angka perbandingan untuk spacing
criteria (SC) adalah 1,5. Atau dituliskan dalam rumus :
s = hm x 1,5
dimana :
s = jarak antar
lampu yang terdekat
hm = tinggi
bidang kerja ke lampu
|
Gambar 18 Spacing
Criteria untuk Kuat Penerangan yang merata.
II.2.2.4.8.
Reflektansi / Reflectance.
Dalam IES Lighting
Handbook (1984) dinyatakan bahwa setiap objek
memantulkan sebagian
dari cahaya yang mengenainya, tergantung pada susunan geometris obyek tersebut
baik bahan penyusunnya maupun warna obyek yang dikenai cahaya. Reflektansi
dalam ruangan sangat mempengaruhi kinerja dari ruangan tersebut. Semakin tinggi
angka reflektansi ruang maka semakin terang pula ruangan yang ditempati,
demikian pula sebaliknya. Skala reflektansi cahaya adalah antara 0 dan 100 %,
dari hitam ke putih. Reflektansi (Reflectance, reflection factor, or
reflectance coefficient) adalah perbandingan rasio cahaya yang dipantulkan
oleh suatu permukaan terhadap cahaya yang mengenainya atau cahaya yang datang
pada bidang. Adapun rumus untuk menentukan angka reflektansi rata-rata bidang
adalah :
Angka Reflektansi (ρ)
= x 100%
Nilai maksimum dari angka tersebut adalah 100% yaitu spektrum
warna putih terang, dan minimum adalah 0% yaitu warna hitam pekat. Angka
Reflektansi ini termasuk dalam kategori Coefficient of
utilization, yang berpengaruh terhadap tingkat pencahayaan/iluminasi.
Refleksi cahaya yang timbul bisa specular, diffus, ataupun
kombinasi dari keduanya. Refleksi Specular (Specular Reflection) adalah
jenis refleksi yang terjadi pada suatu cermin. Ditandai dengan sudut pantul
sama dengan sudut datang. Refleksi Diffus (Diffuse reflection) adalah
jenis refleksi dimana pantulan cahaya menyebar ke segala arah, sehingga
permukaan pantulan terlihat sama terangnya dilihat dari segala sudut
penglihatan.
|
Gambar 19 Refleksi Spekular dan Refleksi Diffus
Untuk ruangan kelas,
faktor reflektansi harus diperhatikan supaya didapatkan pencahayaan yang cukup
untuk proses belajar mengajar. Bila factor reflektansi kurang maka ruang kelas
akan terkesan muram. Adapun rekomendasi angka reflektansi untuk ruang kelas
adalah :
• Angka reflektansi
dinding : 50 – 70 %
• Angka reflektansi
lantai : 20 – 40 %
• Angka reflektansi
langit-langit : 70 – 90 %
II.2.3 Alat-alat
yang digunakan
a. Sakelar satu kutub (tunggal)
b. Sakelar seri (deret)
c. Stop kontak (kotak kontak)
d. Fitting
e. Lampu pijar
f. Lampu TL
g. Sekring/MCB 1 fasa
h. KWH meter 1 fasa
i. Kabel NYA 2,5 / 1,5 mm
II.2.4 Prosedur
Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Memperhatikan gambar percobaan
3. Membuat skema atau rangkaian pengawatan
instalasi listrik
4. Membuat hubungan seperti pada gambar
percobaan, pengawatan dimulai dari komponen sampai menuju ke beban. Dengan
tidak memasukkan dahulu tegangan ke peralatan/bahan.
5. Memperhatikan warna kabel, kabel fasa ditandai
dengan kabel berwarna merah, kuning dan biru. Kabel netral ditandai dengan
kabel berwarna hitam, agar memudahkan pelaksanaan dan tertib instalasi.
6. Memasukkan sumber tegangan satu fasa dengan
menaikkan sekring/MCB untuk menguji rangkaian pengawatan instalasi listrik.
7. Mengulangi prosedur percobaan dengan rangkaian
pengawatan lain
Ket.
|
Lampu
|
Stop Kontak
|
Daya
|
Total
|
|
I
|
|
|
|
||
1
|
-
|
-
|
20
|
20
|
|
-
|
2
|
-
|
40
|
80
|
|
-
|
2
|
-
|
10
|
20
|
|
-
|
-
|
2
|
150
|
300
|
|
Jumlah
|
420
|
||||
II
|
-
|
1
|
-
|
10
|
10
|
-
|
1
|
-
|
25
|
25
|
|
-
|
2
|
-
|
40
|
80
|
|
-
|
-
|
2
|
150
|
300
|
|
-
|
1
|
-
|
20
|
20
|
|
Jumlah
|
435
|
|
|
4 A
|
|||
|
|||
2 A
P = V . I
GRUP I = I =
=
= 1,9 Ampere
GRUP II = I =
= 1,98 Ampere
DENAH TUGAS
Gambar single line
diagram
Gambar pengawatan
|
Perhitungan
- Teras
Dik : P = 7 meter , L =
1,5 meter dan h = 2,3 meter
K= 0.53
Efisiensi penerangan
(η)berdasarkan tabel untuk lampu pijar 50 Watt
K = 0,5 : η = 0,16 dan
0,6 : η = 0,19
Efisiensi penerangan
untuk K = 0,53 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di
butuhkan
- Kamar 1 dan 2
Dik : P = 5,5 meter , L
= 4 meter dan h = 2,3 meter
K = 1,006
Efisiensi penerangan
(η) berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu TL 4 x 40 W
K = 1 : η = 0,34 dan 1,2
: η = 0,37
Efisiensi penerangan
untuk K = 1,006 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di
butuhkan
- Kamar 3 dan 4
Dik : P = 4 meter , L =
3 meter dan h = 2,3 meter
K = 0,745
Efisiensi penerangan (η) berdasarkan
tabel untuk lampu pijar lampu TL 4 x 40 W
K = 0,6 : η = 0,22 dan
0,8 : η = 0,29
Efisiensi penerangan
untuk K = 0,745 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di
butuhkan
- Ruang tamu
Dik : P = 4,5 meter , L
= 7 meter dan h = 2,3 meter
K = 1,19
Efisiensi penerangan
(η) berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu TL 3 x 40 W
K = 1 : η = 0,34 dan 1,2
: η = 0,37
Efisiensi penerangan
untuk K = 1,19 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di
butuhkan
- Ruang keluarga
Dik : P = 6 meter , L =
3 meter dan h = 2,3 meter
K = 0,869
Efisiensi penerangan
(η) berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu TL 2 x 40 W
K = 0,8 : η = 0,29 dan 1
: η = 0,34
Efisiensi penerangan
untuk K = 0,869 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di
butuhkan
- Ruang dapur
Dik : P = 10 meter , L =
4 meter dan h = 2,3 meter
K = 1,24
Efisiensi penerangan
(η) berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu TL 4 x 40 W
K = 1,2 : η = 0,37 dan
1,5 : η = 0,41
Efisiensi penerangan
untuk K = 0,869 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di
butuhkan
- Kamar wc pada kamar
Dik : P = 2 meter , L =
1,5 meter dan h = 2,3 meter
K = 0,372
Efisiensi penerangan (η) berdasarkan
tabel untuk lampu pijar lampu pijar 50 Watt
K = 0,3 : η = 0,16 dan
0,5 : η = 0,19
Efisiensi penerangan
untuk K = 0,869 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di
butuhkan
- Kamar wc pada dapur
Dik : P = 2 meter , L =
2 meter dan h = 2,3 meter
K = 0,43
Efisiensi penerangan
(η)berdasarkan tabel untuk lampu pijar lampu pijar50 Watt.
K = 0,4 : η = 0,16 dan
0,5 : η = 0,19
Efisiensi penerangan
untuk K = 0,869 ditentukan dengan interpolasi
jumlah armateur yg di
butuhkan
II.3. Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan instalasi listrik maka kami
dapat menarik kesimpulan yaitu :
1. Dalam proses
pemasangan instalasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :
o Pemasangan instalasi
o Pembacaan gambar
o Pemilihan alat dan bahan
2. Pada pembagian grup
diusahakan agar dayanya seimbang atau maksimal berbeda 30 Watt antara grup yang
satu dengan grup yang lain.
3. Setelah
kami melakukan praktikum instalasi ini, kami dapat mengetahui fungsi dari
masing-masing saklar.
DAFTAR PUSTAKA
Penuntun Praktikum
Instalasi Listrik, Laboratorium Transmisi Dan Tegangan Tinggi,
Makassar 2010.
Peraturan Umum
Instalasi Listrik (PUIL 2000), Yayasan PUIL, Jakarta 2000.
F. Suryatmo,
1998, Teknik Listrik Instalasi Penerangan, Bineka Cipta,
Jakarta.
Kusnandar, A.,
2000, Pemasangan Dasar Instalasi Listrik, Armico, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar